Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Muslimah, Mantan TKI yang Sukses Jualan Kerupuk Singkong "Canthir" sampai Luar Negeri

Kompas.com - 11/03/2024, 20:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 2005 silam, Muslimah (57) memutuskan pulang ke Indonesia setelah bertahun-tahun kerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia dan Brunei Darussalam.

Lewat jendela pesawat, ia mencoba meneropong apa yang dapat dia lakukan di Tanah Air untuk menyambung hidup ke depannya. Tanpa ilmu bisnis, ia teguh memilih berjualan makanan sebagai laku hidup selanjutnya.

Waktu itu, Muslimah yang belakangan karib disapa Mak'e telah berusia 38 tahun. Ia lantas memulai bisnis dengan modal Rp 50.000 untuk membuat pisang aroma coklat.

"Saya titip di bengkel depan rumah, kebetulan adik suami saya buka bengkel. Kok dari pisang 5 biji itu kok bisa jadi banyak," kata dia ketika ditemui di Jakarta, pekan lalu.

Baca juga: Segini, Modal Buka Usaha Keripik Singkong

Dari sana ia optimistis untuk merekrut karyawan dan membuka gerai pisang aroma coklat sendiri tak jauh dari rumanya di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Tak hanya fokus di pisang aroma coklat, ia juga menerima pesanan berbagai jenis makanan yang lain.

Muslimah bercerita, ia pernah menjual berbagai macam makanan mulai dari bubur sumsum, peyek, manisan kolang-kaling, manisan pepaya, sampai nata de coco.

"Maklum namanya belum ada ilmunya, semua orang pesan diambil gitu kan. Itulah karakter UMKM rata-rata seperti itu," ujar dia.

Baca juga: Cerita Tumini Pengusaha Keripik, Dulu Modal Kompor Minyak dan Wajan Kecil, Kini Sukses Punya Merek Sendiri

Setelah lima tahun berjibaku dengan cara seperti itu, ia mulai menimba ilmu dari beragai pihak termasuk pemerintah dan asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo).

Mengenang saat itu, Muslimah bilang, tanpa adanya ilmu yang memadai soal bisnis makanan, usahanya berdarah-darah selama tiga tahun.

"Setelah beberapa tahun, saya mulai berpikir, kok capek ya bikin bubur sumsum kalau tidak habis basi, akhirnya saya beralih ke apa ya yang kering, di kampung saya ingat, itu (canthir) keluar kalau hari raya saja. Sedangkan di Jakarta butuh makanan bukan saat hari raya saja. Maka saya punya ide, kerupuk yang adanya waktu hari raya saja dengan merk Canthir itu saya buatlah di Jakarta setiap hari," cerita dia.

Baca juga: Peluang dari Bisnis Keripik

Awal mula keripik singkong Canthir

Canthir sendiri dipercaya merupakan makanan yang mulanya berasal dari Jawa Tengah. Namun, Muslimah mengenal Canthir di Lampung, tempat kelahirannya.

"Sejak saya kecil namanya canthir, jadi saya hanya melanjutkan branding orang dulu," ungkap dia.

Produksi Canthir mulanya hanya sebanyak 35 bungkus yang dijual seharga Rp 1.000 per kemasan. Dari sana, produksi kerupuk singkong Canthir terus naik seiring dengan ilmu bisnis Muslimah yang terus bertambah.

Ada kalanya, ia membanjiri semua warung di stasiun mulai dari Bogor sampai Tebet dengan kerupuk singkongnya. Dari sana, Canthir mulai merambah pasar yang lebih luas dan mulai masuk segmen korporat.

Namun pada waktu itu, Canthir baru dikenal sebagai kerupuk singkong dalam kemasan plastik bening tanpa label merek yang memadai.

Baca juga: Cerita Bisnis: Keripik Ena Enu

Produk Canthir sampai luar negeri

Ketika ingin mengembangkan bisnis, pasar Canthir di segmen pedagang stasiun justru ambruk karena kebijakan pedangan asongan yang dilarang berjualan di stasiun.

Ia lantas meningkatnya produknya ke harga Rp 3.000 dan perlahan naik ke harga yang sekarang yakni sekitar Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per bungkus untuk menemukan pasar baru.

Saat ini, Canthir memang belum dapat ditemui di toko ritel atau swalayan besar. Hal ini juga merupakan strategi bisnis yang diterapkan oleh Muslimah.

Ia sadar, Canthir justru memiliki permintaan domestik yang besar di sekitar rumah dan kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Untuk itu, ia fokus memenuhi permintaan lokal, sebelum menggarap pasar yang lebih besar.

Adapun, produknya juga telah merambah pasar luar negeri lewat sistem jasa titip (jastip). Beberapa permintaan langsung juga kerap kali datang dari luar negeri. Namun begitu, ia tidak menyebut hal itu sebagai ekspor, karena jumlahnya yang masih terbilang sedikit, dan tidak ada stok di luar negeri.

Muslimah saat ini sudah mengirim produk Canthir ke Turki, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Jepang. Hal itu tak lepas dari pengalaman dan kenalannya ketika menjadi pemerja migran di masa lalu.

"Kalau ketemu UMKM sekarang saya sampaikan, jangan mengkhayal ekspor dulu, jadi jago kandang dulu, karena market yang paling besar itu dalam negeri. Kalau dalam kita buat, kirim, langsung jadi uang. Kalau luar negeri, perjalanan saja itu tidak gampang, dan sekali terpeleset itu, hancurnya itu berdarah-darah. Kuatkanlah dulu," ucap dia.

Dalam satu hari, Canthir dapat laku hingga 100 bungkus untuk kemasan 70 gram. Dalam hitungan kasar, jumlah Canthir yang dapat terjual dalam sebulan mencapai 3.000 bungkus.

Dengan harga Rp 15.000 per bungkus, omzet Canthir dalam sebulan bisa mencapai Rp 45 juta.

Saat ini, ia juga aktif sebagai motivator yang membantu UMKM untuk berkembang. Muslimah sudah keliling Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Turki untuk membagikan cerita soal membangun sebuah usaha.

"Kalau bisa usahanya jalan, uang punya jalan-jalan," kelakar dia.

Aktif di pelatihan UMKM

Saat ini Muslimah merupakan Ketua Bidang UMKM Badan Ekonomi Syariah Dewan Masjid Indonesia Jakarta.

Ia berharap pelatihan UMKM ke depan yang dilakukan oleh pemerintah dapat dimulai dari tingkat yang lebih kecil seperti rukun tetangga (RT).

Dengan begitu, akan tersaring mana UMKM yang benar-benar berniat untuk menjadi pengusaha. Dalam menjalankan bisnisnya, Muslimah berpegang pada keyakinan agar seseorang selalu fokus menjalankan bisnis yang ada.

"Lakukan apa yang ada di depan kita, itu jauh lebih baik daripada menunggu yang belum pasti. Tugas kita itu cuma berdoa dan ikhtiar, hasil itu milik Allah," tandas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com