Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Pilih Beras atau Rokok?

Kompas.com - 14/03/2024, 10:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh karena in-elastisnya permintaan terhadap beras tersebut, permintaan tidak akan mengalami perubahan yang sangat besar apabila harga terhadap beras mengalami perubahan.

Dalam teori permintaan, permintaan seseorang atau suatu masyarakat atas suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah harga barang lain (subtitusi).

Sesuatu barang dinamakan barang pengganti apabila dapat menggantikan fungsi dari barang lain secara sempurna.

Bagi penduduk pada lapisan terbawah, opsi barang subtitusi apabila harga beras naik, akan terjadi pensubtitusian untuk mempertahankan tingkat konsumsi kalori tertentu, misalnya ke beras yang harganya lebih murah atau ke bahan makanan lain yang lebih murah.

Kabar buruknya adalah harga beras dengan kualitas bawah I dan bawah II pun juga mengalami kenaikan, bahkan mengalami kenaikan tertinggi.

Mengutip dari laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional apabila dibandingkan dengan kondisi Maret 2023, saat ini harga beras kualitas bawah I dan bawah II mengalami kenaikan tertinggi jika dibandingkan dengan beras kualitas medium ataupun super.

Beras dengan kualitas bawah I dan bawah II mengalami kenaikan masing-masing sebesar 21,58 persen dan 23,08 persen. Sementara beras kualitas medium I atau super I masing-masing mengalami kenaikan sebesar 20,83 persen dan 18,15 persen.

Pada saat yang sama pada tingkat rumah tangga, alih-alih pengeluaran untuk beras menjadi prioritas. Justru komoditas rokok dan tembakau menjadi primadona.

Fakta ini masih mengacu pada laporan BPS, di level rumah tangga, proporsi pengeluaran rokok dan tembakau pada Maret 2023 tercatat mencapai sebesar 12,79 persen dari total pengeluaran makanan.

Nilai tersebut lebih besar dibandingkan proporsi pengeluaran padi-padian sebesar 11,27 persen.

Bahkan jika dilihat statistiknya dalam 5 tahun terakhir, proporsi pengeluaran rokok dan tembakau justru terus mengalami peningkatan. Proporsi pengeluaran rokok dan tembakau pada Maret 2019 tercatat sebesar 12,32 persen, meningkat 0,47 persen poin.

Secara rupiah, nilai rata-rata pengeluaran per kapita untuk rokok dan tembakau sebesar Rp 91.003 pada Maret 2023, angka ini lebih tinggi nilainya dari pada pengeluaran untuk padi-padian yang sebesar Rp 80.146.

Pengeluaran per kapita rokok dan tembakau dalam 5 tahun terakhir mengalami kenaikan fantastis mencapai 29,01 persen dibandingkan Maret 2019 yang sebesar 70.537 rupiah.

Bukan sekadar angka

Peliknya masalah harga beras yang bersifat in-elastis tidak akan begitu berdampak secara finansial bagi mereka yang berada pada lapisan sebagian menengah – atas.

Namun tidak bagi mereka yang berada pada lapisan sebagian menengah – bawah. Kelompok ini adalah sangat rentan jika terjadi gejolak ekonomi yang dapat menyebabkan mereka terperosok dalam kemiskinan dan kekurangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com