Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Meringankan Pajak dengan Menunaikan Zakat

Kompas.com - 24/03/2024, 14:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENUNAIKAN zakat menjadi kewajiban yang tidak dapat dilewatkan bagi umat Muslim. Sebagai salah satu rukun Islam yang harus dipenuhi, zakat memegang peran penting dalam mensucikan diri dan memenuhi hak-hak orang lain.

Dana zakat telah terbukti memberikan manfaat positif dalam upaya mengurangi kemiskinan. Sepanjang 2023, zakat yang disalurkan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah mengentaskan kemiskinan pada 54.081 jiwa penerima manfaat, di mana 40 persennya merupakan masyarakat dalam kemiskinan ekstrem.

Kontribusi zakat terhadap perekonomian sangatlah signifikan. Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi dana zakat mencapai Rp 327 triliun per tahun (Kompas.id, 6/1/2024).

Meskipun seluruh potensi tersebut belum sepenuhnya terwujudkan, nilai penerimaan zakat nasional terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2023, penerimaan zakat tercatat mencapai Rp 32 triliun, meningkat sebesar 45 persen dari Rp 21 triliun pada 2022.

Dengan kontribusi yang besar serta keutamaannya bagi umat muslim, ketentuan perpajakan turut memberikan fasilitas keringanan untuk mendorong masyarakat menunaikan kewajiban zakat.

Sayangnya, meski telah ada selama hampir 25 tahun, insentif ini masih belum berjalan efektif. Banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memanfaatkan kebijakan ini yang mengizinkan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (BAZNAS, 2023).

Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Pengelolaan Zakat menetapkan bahwa zakat dapat diakui sebagai pengurang nilai penghasilan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Artinya, menunaikan zakat sebenarnya dapat meringankan kewajiban pajak. Namun, terdapat batasan atas jenis zakat yang dapat diakui sebagai fasilitas pajak tersebut.

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 menetapkan bahwa hanya zakat atas penghasilan, dikenal sebagai zakat profesi, yang dapat diakui sebagai fasilitas pengurang penghasilan dalam SPT Tahunan.

Zakat penghasilan merupakan bagian dari zakat mal, dengan kadarnya sebesar 2,5 persen dari pendapatan.

Nisab atau batas syarat menjadi wajibnya sebesar 85 gram emas per tahun, setara dengan Rp 82.312.725 dalam setahun atau Rp 6.859.394 per bulan berdasarkan Surat Keputusan Ketua BAZNAS No. 1/2024.

Pembayaran zakat penghasilan tersebut dapat diakui sebagai pengurang penghasilan yang menjadi dasar perhitungan pajak dalam SPT Tahunan, berlaku baik bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha.

Sebagai contoh, dengan pendapatan Rp 10 juta per bulan, terdapat 2,5 persen zakat yang wajib ditunaikan sebesar Rp 250.000 per bulan atau Rp 3 juta setahun. Jumlah zakat ini apabila ditunaikan dapat mengurangi nilai penghasilan kena pajak dalam SPT Tahunan.

Jika muzakki (penunai zakat) merupakan orang pribadi yang dikenai pajak penghasilan sebesar 5 persen, maka zakat sebesar Rp 3 juta setahun dapat mengurangi pajak tahunan sebesar Rp 150.000.

Jika muzakki merupakan badan usaha, zakat sebesar Rp 3 juta dapat mengurangi pajak tahunan mulai dari Rp 330.000 hingga Rp 660.000, tergantung apakah badan usaha dikenai tarif pajak sebesar 11 persen atau 22 persen.

Untuk dapat diakui dalam SPT Tahunan, pembayaran zakat harus dilakukan melalui BAZNAS, atau Lembaga Amil Zakat (LAZ), atau Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) yang telah disahkan oleh pemerintah.

Zakat dapat dibayarkan dalam bentuk uang atau setara uang, dan pembayarannya bisa dilakukan secara langsung ke lembaga amil zakat terkait, melalui transfer rekening bank, atau melalui anjungan tunai mandiri (ATM).

Apabila muzakki menyalurkan zakat secara langsung kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat) atau tidak melalui amil zakat yang disahkan pemerintah, zakat tersebut belum dapat dimanfaatkan sebagai pengurang penghasilan dalam SPT Tahunan.

Saat melaporkan SPT Tahunan, wajib pajak harus melampirkan fotokopi bukti pembayaran zakat yang minimal harus memuat nama dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pembayar, jumlah dan tanggal pembayaran, nama lembaga amil zakat yang bersangkutan, serta ditandatangani oleh petugas amil zakat.

Pencantuman zakat dilakukan pada SPT Tahunan atas tahun pajak sesuai penghasilan yang dizakatkan.

Misalnya, atas zakat yang ditunaikan sepanjang tahun ini akan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun 2024 yang disampaikan mulai Januari 2025 mendatang.

Pengisian nilai zakat oleh orang pribadi dilakukan pada halaman utama SPT Tahunan jenis 1770 dan 1770S (Sederhana).

Sementara pada SPT Tahunan jenis 1770 SS (Sangat Sederhana), pengisian zakat tidak diperlukan karena jenis SPT ini ditujukan untuk pekerja berpenghasilan di bawah Rp 60 juta setahun sehingga belum melebihi nisab.

Bagi orang pribadi yang berstatus sebagai kepala keluarga, zakat penghasilan yang dibayarkan oleh istri dan anak belum dewasa yang tidak memiliki NPWP masing-masing, dapat ikut diakui sebagai pengurang penghasilan dalam satu kesatuan SPT Tahunan.

Sementara itu, bagi badan usaha, zakat penghasilan yang telah dibayarkan dapat dicantumkan sebagai biaya lainnya dalam SPT Tahunan. Biaya tersebut selanjutnya akan mengurangi jumlah laba bersih yang menjadi dasar perhitungan pajak.

Kebijakan fasilitas pajak dari menunaikan zakat sebenarnya tidak hanya ada di Indonesia. Di banyak negara Muslim lainnya, terdapat mekanisme yang memungkinkan zakat untuk meringankan pajak penghasilan yang harus dibayar.

Sejak 2001 di Malaysia, zakat dapat diakui sebagai kredit pajak yang langsung mengurangi jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar. Sementara itu, Turkiye memperbolehkan zakat dan sedekah lainnya untuk mengurangi jumlah penghasilan yang menjadi dasar perhitungan pajak.

Di Indonesia, fasilitas keringanan pajak dari zakat ini baru mulai berlaku sejak ditetapkannya UU Pengelolaan Zakat pada 1999, yang kala itu menjadi jasa dari mendiang Presiden B. J. Habibie.

Setahun setelahnya, UU Pajak Penghasilan turut diamandemen, yang salah satunya ikut menambahkan klausul zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

Baik zakat maupun pajak sebenarnya didasari tujuan serupa, yakni untuk memenuhi hak-hak orang lain dan menyejahterakannya.

Oleh karena itu, fasilitas keringanan ini sejatinya dimaksudkan agar orang atau badan usaha yang telah membayar zakat tidak lagi dikenai beban ganda karena juga membayar pajak atas penghasilan yang sama.

Selain itu, kebijakan ini juga ditujukan untuk mendorong masyarakat Muslim yang telah wajib berzakat agar menunaikan kewajibannya. Dengan demikian, diharapkan potensi zakat yang masih besar dapat terwujud sepenuhnya.

Jika potensi ini terwujud sepenuhnya, maka sinergi antara pengelolaan zakat dan pajak diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya bagi 3,8 juta mustahik dan 71 juta penerima manfaat yang ditargetkan akan menerima zakat sepanjang tahun ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com