Adapun produk TIE tersebut berupa cokelat olahan, bumbu, permen, minuman serbuk, dan biskuit. Kemudian temuan pangan kedaluwarsa sebesar 31,89 persen (60.151 pcs) di wilayah kerja UPT Manado (Sulawesi Utara), Palopo (Sulawesi Selatan), Belu, Kupang, dan Ende (Nusa Tenggara Timur).
Sementara itu produk kedaluwarsa berupa jeli/agar/puding, minuman serbuk, bumbu, bahan tambahan pangan (BTP), dan mi/pasta.
Baca juga: BPOM Umumkan 12 Sirup yang Aman Digunakan per 22 Maret 2024, Ini Daftarnya
Di samping itu, Rizka mengatakan, untuk temuan pangan rusak sebesar 19,09 persen (36.006 buah) banyak ditemukan di wilayah kerja UPT Semarang (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Belu (NTT), Sofifi (Maluku Utara), dan Palopo (Sulawesi Selatan).
Produk pangan rusak ini berupa ikan olahan dalam kaleng, mi/pasta, produk kental manis (susu/krimer), susu ultra high temperature (UHT)/steril, dan BTP.
“Produk TIE impor banyak ditemukan di wilayah perbatasan negara seperti, Tarakan, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jalur ilegal dan dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif. Selain itu, produk TIE impor juga banyak ditemukan di wilayah yang banyak warga negara asing (WNA) berdomisili seperti di wilayah Jakarta dan Palopo. Hal ini karena tingginya demand/permintaan WNA terhadap produk tersebut," tuturnya.
Rizka mengatakan, BPOM juga telah menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut dengan melakukan langkah-langkah penanganan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.
Baca juga: BPOM DIY Temukan Cumi Asin Mengandung Formalin di Pasar Sleman
"Tindak lanjut ini termasuk melakukan pengamanan dan menginstruksikan retur/pengembalian produk kepada supplier produk TIE, serta pemusnahan terhadap produk rusak dan kedaluwarsa," kata dia.
Rizka mengatakan, BPOM juga melakukan pengawasan daring melalui patroli siber.
Dari hasil patroli siber selama pelaksanaan intensifikasi pengawasan tahun ini, ditemukan 17.586 tautan yang menjual produk TIE pada platform e-commerce dengan nilai ekonomi lebih dari Rp 31 miliar.