Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Kompas.com - 20/04/2024, 17:46 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik Israel dan Iran perlu ditanggapi pemerintah dengan serius. Pasalnya, konflik ini bisa membawa beberapa dampak bagi ekonomi Indonesia, terutama kenaikan harga minyak.

Direktur Esekutif INDEF Esther Sri Astuti mengatakan, pemerintah harus dapat mengatur anggaran yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini dengan baik. Hal tersebut demi menjaga ruang fiskal Indonesia akan tidak menjadi lebih kecil lagi.

Menurut dia, pemerintah perlu melihat lagi anggaran belanja agar lebih efektif dan diarahkan ke belanja produktif.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Ilustrasi harga minyak mentah. SHUTTERSTOCK/GAS-PHOTO Ilustrasi harga minyak mentah.

"Seperti makan siang gratis itu, saya rasa adalah belanja yang konsumtif, tetapi lebih baik diarahkan ke belanja yang produktif yang bisa men-generate income atau produktifitas dari sektor bisnis dan berdampak jangka panjang," kata dia dalam diskusi publik Indef bertajuk Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global, Sabtu (20/4/2024).

Esther menerangkan, kenaikan harga minyak akan berpengaruh pada asumsi makro atau indikator makroekonomi dalam APBN.

"Ini (harga minyak) pasti akan berdampak pada pembengkakan biaya atau anggaran yang ada di APBN. Dengan adanya kenaikan harga minyak ini dikhawatirkan akan ada defisit fiskal 2-3 persen," imbuh dia.

Menurut Esther, ketika pemerintah dapat mengarahkan belanja ke sektor yang produktif, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat berkelanjutan dalam jangka panjang.

Baca juga: Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Lebih lanjut, Esther bilang, konflik global pasti akan berdampak ke Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia perlu memperkuat fundamental ekonomi dengan meningkatkan ekspor atau devisa negara yang lebih banyak.

Hal tersebut dapat diusahakan dari sektor pariswisata dan penempatan ekspor komoditas non migas.

"Kita harus mengurangi ketergantungan dari pihak luar. Kalau kita semakin tergantung, ketika ada shock sedikit dari global, kita akan lebih rentan," tutur dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com