Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AI Dinilai Tak Bisa Gantikan Tenaga Kerja di Bidang Komunikasi

Kompas.com - 24/04/2024, 05:46 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) diyakini tak bisa menggantikan peran tenaga kerja di bidang komunikasi. Sebab peran manusia tetap diperlukan dalam menyusun strategi komunikasi.

Hal itu menjadi pembahasan dalam webinar Road to World Public Relations Forum (WPRF) 2024 - AI dan Masa Depan Komunikasi Publik pada Selasa (23/4/2024).

Staf Khusus III Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga mengatakan, AI memang berperan penting dalam bidang komunikasi, terutama kehumasan atau public relations (PR).

Baca juga: Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Ia bilang, dengan banyaknya jumlah BUMN, AI digunakan dalam pemantauan pemberitaan guna mengetahui perkembangan isu terkini yang ramai dibicarakan publik.

"Kalau enggak pakai AI ya bisa berantakan, apalagi dengan perusahaan kami yang saat ini ada 41 BUMN, tapi sampai dengan anak-cucu usaha mencapai 900 perusahaan," ujar Arya.

Meski dalam pemantauan berita memanfaatkan AI, namun strategi komunikasi selanjutnya yang disusun untuk menindaklanjuti isu yang ramai di publik, tetap memerlukan peran manusia.

Baca juga: Platform BossHire Manfaatkan AI untuk Bantu Perusahaan Rekrut Karyawan

Dia bilang, hanya manusia yang memiliki pemikiran dan kebijaksanaan dalam menetapkan strategi komunikasi agar tidak salah langkah.

"Ketika membuat strategi komunikasi, di sinilah unsur manusianya yang sangat kuat. Semua yang AI hanya masuk untuk mempercepat pemetaan, tapi kita bikin strategi komunikasinya. Maka di situlah unsur manusianya susah dikalahkan oleh AI, karena di sana sudah ada namanya kebijakasanaan, ini tidak dimiliki AI," papar Arya.

Selain itu, dalam menetapkan agenda setting alias menentukan isu yang penting untuk dibahas publik, tetap diperlukan peran manusia. Menurutnya AI tidak mengetahui waktu yang tepat untuk membahas suatu isu, atau merespons isu yang berkembang di publik.

Baca juga: Startup Logistik Deliveree Kini Pakai AI agar Bisnis Lebih Efisien

"Di agenda setting, timing enggak dimiliki oleh AI, di situ unsur manusia, kapan saatnya kita harus jawab, kapan harus keluarkan berita," imbuh dia.

Tak hanya itu, dalam menyusun narasi yang baik dan tepat, Arya meyakini, AI tak punya mempunyai kemampuan yang mumpuni. Terlebih narasi itu memerlukan kata atau kalimat kunci yang sesuai dengan konteks agenda setting.

Menurutnya, narasi yang mengandalkan AI hanya bersifat umum, alias tak spesifik sesuai kebutuhan agenda setting. Bahkan, narasi itu tak jarang mengambil narasi yang sudah dipakai dipublik, seperti pidato tokoh tertentu.

Baca juga: Pada 2024, Sektor Bisnis di Indonesia akan Makin Ramai Mengadopsi AI

"Hal yang sangat sulit, kalau lihat pengalaman saya, yang susah banget untuk AI bantu adalah narasi. Narasi apa yang akan disampaikan ke publik, kata kunci, kalimat kunci, apa yang cocok untuk publik, karena AI kan umum," papar Arya.

Maka dari itu, Arya bilang, dalam mendorong pengembangan komunikasi BUMN ke publik, pihaknya tetap menggunakan AI, namun peran manusia tak tergantikan. Ia bilang, sumber daya manusia di bidang komunikasi terus ditingkatkan kapasitasnya untuk mampu menyusun strategi komunikasi yang tepat.

"Jadi disitulah kita (manusia) yang punya kemampuan, pengalaman, wisdom (kebijaksanaan). Kami mendorong karyawan kami untuk upgrade kemampuan teknis mereka di AI, tapi juga meng-upgrade pengalaman-pengalaman mereka supaya punya mindset yang kuat untuk membuat narasi," jelasnya.

Baca juga: AI Permudah Perusahaan Asuransi Akuisisi dan Klaim Kendaraan

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Usman Kansong mengatakan setuju AI tidak bisa menggantikan peran manusia.

Ia bilang, dalam pelatihan yang pernah diikutinya, saat menyusun rilis menggunakan AI dan kemampuan manusia, hasilnya secara subtansif sama. Namun ternyata AI mengambil teks pidato yang pernah disampaikan Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Hal ini tentu menimbulkan permasalahan hak cipta (copyright). Persoalan copyright ini juga yang sedang dihadapi New York Times dengan menggugat OpenAI dan Microsoft karena merasa konten AI mereka mencatut materi-materi berita yang ditulis oleh New York Times.

Baca juga: AI dan Stabilitas Sistem Keuangan

Maka dari itu, persoalan pengembangan AI ini perlu diatasi. Menurutnya, AI tak bisa dihindari, hanya saja perlu dilakukan pengembangan agar tidak menyalahi aturan, terutama soal copyright.

"Persoalan etika dan hukum ini bisa diatasi dengan kebijakan kita dalam membuat teknologi," kata Usman.

Ia menekankan, berkaca dari persoalan tersebut, pada dasarnya AI tidak menggantikan manusia. Pada akhirnya diperlukan peran manusia untuk membuat sistem yang tepat dalam pengembangan AI.

"Kemarin saya beli buku judulnya Will AI Replace Us? Kata buku itu, enggak mungkin, tapi ada syaratnya, manusia harus menjadi agensi. Itu istilah sosialogik agensi, adalah entitas yang bisa melakukan perubahan dalam kesempatan pertama, kira-kira begitu," tutup Usman.

Baca juga: AI Makin Booming, Profesi Data Engineering Makin Dibutuhkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com