Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Cucun Ahmad Syamsurijal
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Menimbang Beban Kebijakan Moneter

Kompas.com - 31/05/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Untuk merespons lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Bank Indonesia (BI) lebih dari satu tahun terakhir telah memberlakukan rezim suku bunga tinggi. Akibatnya, beban modal yang harus ditanggung perusahaan di sektor industri semakin berat.

Tingginya beban modal yang harus ditanggung perusahaan menjadikan langkah ekspansi usaha tertunda, bahkan sebagiannya harus dibatalkan.

Kondisi ini pada akhirnya bermuara pada rendahnya daya cipta lapangan kerja baru di sektor industri sebagaimana yang telah dijelaskan di awal tulisan ini.

Padahal, angka angkatan kerja setiap tahunnya terus bertambah seiring dengan semakin banyaknya lulusan yang dihasilkan lembaga pendidikan.

Tidak kurang dari 1,5 juta wisudawan yang diluluskan lembaga pendidikan tinggi setiap tahunnya, yang tentunya mereka akan berebut dan saling sikut dalam pencarian lapangan pekerjaan.

Rezim suku bunga tinggi Vs pertumbuhan ekonomi tinggi

Rezim suku bunga tinggi yang dianut saat ini sepertinya harus sudah mulai dipertimbangkan untuk diubah atau bahkan ditinggalkan.

Rezim kebijakan moneter yang pro-stability harus sudah mulai diganti jika presiden dan wakil presiden terpilih menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pilihan yang tidak mudah, namun tentunya pilihan tersebut harus tetap diambil jika jalan yang akan ditempuh memang berbeda dari jalan yang selama ini dijelajahi.

Bahkan, jalan yang dilalui selama ini terasa sangat terjal karena kebijakan moneter yang dibuat terasa lebih banyak membebani perekonomian, alih-alih meringankan beban yang diemban.

Penetapan suku bunga acuan tinggi yang diharapkan mampu meredam pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nyatanya tidak efektif, jauh panggang dari api. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tetap remuk redam dihantam gelombang yang datang dari luar.

Lebih parahnya, efek negatif suku bunga tinggi sudah terlanjur menjalar dalam roda perekonomian.

Semakin mahalnya bahan baku input produksi, tingginya biaya modal, melemahnya daya beli, dan menipisnya likuiditas dalam perekonomian menjadi efek pahit kebijakan suku bunga tinggi yang terlanjur dikeluarkan oleh otoritas kebijakan moneter.

Perputaran uang dalam perekonomian semakin rendah, aktivitas jual beli terus mengalami penurunan, dan jumlah tabungan masyarakat menengah bawah yang semakin berkurang menjadi pertanda bahwa beban kebijakan sektor moneter lebih berat dibanding efek positif yang ditimbulkan.

Ganti rezim kebijakan

Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan juga berkualitas sebagaimana yang ditargetkan presiden dan wakil presiden terpilih, haruslah didukung kebijakan moneter yang sejalan.

Kebijakan moneter tidak boleh lagi berperan sebagai pengerem dan penghambat aktivitas perekonomian. Sebaliknya, kebijakan moneter harus menjadi pelumas yang lebih meringankan roda dan aktivitas perekonomian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com