Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran Lembaga Keuangan Dunia akan APBN Indonesia Era Prabowo

Kompas.com - 14/06/2024, 07:40 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sorotan dari sejumlah lembaga keuangan internasional terhadap arah kebijakan fiskal pada era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terus bermunculan. Mereka menyampaikan hal yang tidak jauh berbeda, yakni kekhawatiran terhadap potensi pelebaran defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akibat program yang telah dijanjikan, khususnya makan siang dan susu gratis, atau kini disebut makan bergizi.

Teranyar, sorotan disampaikan oleh perusahaan keuangan terkemuka, Morgan Stanley. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu mengaku khawatir terhadap arah kebijakan fiskal dalam waktu dekat era pemerintahan Prabowo - Gibran.

"Kami melihat ketidakpastian jangka pendek terkait arah kebijakan fiskal ke depan," tulis ahli strategi Morgan Stanley, dalam dokumen yang diberikan kepada investor.

Baca juga: Waswas Arah Kebijakan APBN Prabowo-Gibran, Morgan Stanley Turunkan Peringkat Saham Indonesia

Dalam catatan yang sama, Morgan Stanley menyoroti potensi beban APBN yang semakin besar, seiring dengan adanya program-program yang dijanjikan Prabowo-Gibran, seperti program makan siang dan susu gratis. Dengan anggaran belanja negara yang berpotensi membengkak, sementara di sisi lain pendapatan diyakini tidak tumbuh signifikan, defisit APBN pemerintahan mendatang dikhawatirkan semakin melebar.

Berlandaskan pandangan tersebut, Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia menjadi "underweight" untuk pasar Asia dan emerging markets. Sebagai informasi, peringkat underweight menunjukan, Morgan Stanley memproyeksi saham dengan peringkat itu akan berkinerja lebih buruk daripada rata-rata saham di sektor yang sama atau pasar secara keseluruhan.

Sebelum Morgan Stanley, sejumlah lembaga keuangan internasional lain telah menyampaikan perhatiannya terhadap kas negara era Prabowo - Gibran.

Bank Dunia

Pada pengujung Februari lalu, Bank Dunia juga mewanti-wanti potensi pelebaran defisit anggaran akibat belanja negara yang membengkak. Salah satu program yang juga jadi sorotan ialah program makan siang gratis.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste kala itu Satu Kahkonen mengatakan, berbagai program yang akan dijalankan oleh pemerintahan mendatang harus berlandaskan alokasi anggaran belanja yang tepat. Menurutnya, pemerintah perlu terlebih dahulu menetapkan dengan pasti bentuk dan sasaran program tersebut, kemudian membandingkannya dengan sumber daya yang dimiliki saat ini.

"Jadi segala rencana program harus dipersiapkan dan juga secara anggaran siap," kata dia, ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/2/2024).

Dengan pertimbangan tersebut, Bank Dunia berharap, pemerintah dapat mematuhi batas defisit anggaran yang telah ditetapkan, atau setinggi-tingginya sebesar 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Tentu saja kami berharap Indonesia dapat mematuhi batas atas defisit fiskal yang ditetapkan, yaitu 3 persen terhadap PDB," ujar Kahkonen.

Kahkonen menilai, keberlangsungan program makan siang gratis dan dampaknya terhadap kas negara akan sangat tergantung dari rencana penganggaran dan sumber pendanaannya.

Baca juga: Ini Ramalan Terbaru Bank Dunia terhadap Ekonomi Indonesia 2024-2025

ADB

Sementara itu, pada Mei lalu, Bank Pembanginan Asia (ADB) juga menilai, program makan siang gratis akan meningkatkan beban APBN. Pasalnya, program tersebut membutuhkan anggaran belanja hingga ratusan triliun rupiah.

Meskipun demikian, Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional ADB Arief Ramayandi menilai, defisit anggaran masih dapat terjaga.

"Beban anggaran pasti ada, tapi apakah itu akan jadi mendorong fiskal defisit sampai memburuk? Saya rasa tidak terlalu," ujar dia, di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Menurutnya, Indonesia masih memiliki kemampuan fiskal yang kuat untuk membiayai program tersebut. Pasalnya, pemerintah masih memiliki ruang untuk mengerek tingkat pendapatan negara.

"Kalau dari tax ratio Indonesia masih 10 persenan, ruangnya untuk ditingkatkan masih tinggi," katanya.

Oleh karenanya, jika pemerintah mendatang mampu meningkatkan pendapatan, maka berbagai program baru bisa saja dijalankan dengan menjaga kondisi APBN. Namun pada saat bersamaan, belanja negara harus tetap dikelola dengan efektif dan efisien.

Baca juga: Prabowo Pede Pertumbuhan Ekonomi Capai 8 Persen, ADB: Berat...

Defisit APBN pertama Prabowo bakal melebar

Adapun defisit APBN 2025, memang disiapkan "melebar" oleh pemerintahan saat ini. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang disiapkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam KEM-PPKF, APBN 2025 disiapkan dengan defisit mencapai kisaran 2,45 hingga 2,82 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih besar dari defisit anggaran tahun ini yang dipatok di level 2,29 persen terhadap PDB.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, pelebaran defisit itu salah satunya disebabkan oleh beban utang pemerintah yang kian meningkat. Berdasarkan data dokumen KEM-PPKF 2025, pembayaran beban utang pemerintah tercatat kian meningkat.

Pada 2024, pembayaran bunga utang ditargetkan mencapai Rp 497,3 triliun atau setara 2,18 persen terhadap PDB. Nilai itu meningkat sekitar 13,06 persen dari tahun 2023, yang realisasinya mencapai Rp 439,9 triliun atau setara 2,11 persen terhadap PDB. "Defisitnya ini kenapa 2,5-2,8 karena ada pembayaran bunga yang meningkat," kata Suharso saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Oleh karenanya, Suharso menilai, pemerintah perlu menerapkan strategi baru dalam melakukan pembiayaan anggaran. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melakukan pembiayaan terhadap suatu proyek yang dapat menghasilkan keuntungan sehingga hasilnya bisa membayar sumber utang.

"Artinya, dia bisa secara self finance bisa membayar kembali utang-utang itu," ujarnya.

Selain beban utang yang meningkat, Suharso bilang, pelebaran defisit disebabkan oleh arah kebijakan Prabowo yang akan melanjutkan proyek-proyek era Jokowi. Dengan demikian, meski belum terdapat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) era Prabowo, pemerintah saat ini sudah menyiapkan defisit anggaran yang lebih besar.

"Presiden terpilih (Prabowo) mengusung tema keberlanjutan," kata Suharso.

Baca juga: Beda Suara Kepala Bappenas Vs Sri Mulyani soal Defisit APBN Tahun Pertama Prabowo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com