Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pringadi Abdi Surya
PNS Kementerian Keuangan

Pengamat kebijakan publik. Instagramnya @pringadi_as.

Serba Salah Kelas Menengah

Kompas.com - 20/06/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pendidikan yang berbasis keilmuan seharusnya memiliki output dalam menciptakan sumber daya manusia yang mampu menciptakan nilai tambah dalam industri.

Peran pemerintah kemudian menghubungkan para akademisi ini dengan pelaku industri terkait atau memberikan insentif pada kelahiran pelaku baru.

Beberapa tahun lalu, hal tersebut sempat menjadi secercah harapan manakala bertumbuhnya banyak start up, di antaranya start up dalam bidang pertanian seperti Tanihub, Investree. Apalagi pelakunya sebagian besar anak muda.

Sayangnya, satu per satu start up tersebut berguguran dan malah menimbulkan masalah hukum.

Bom waktu lain dari isu pengangguran ini adalah angka setengah menganggur dan pengangguran terselubung.

Akan baik bila angka-angka itu adalah buah dari jenis pekerjaan remote yang membuat pekerja hanya bekerja kurang dari 35 jam seminggu.

Namun, apabila itu karena pekerjaan informal dengan upah rendah, akan menjadi PR besar untuk menaikkan harkat pekerja Indonesia.

Ukurannya adalah pendapatan per kapita. Tahun 2023 pendapatan per kapita Indonesia sekitar Rp 75 juta.

Namun angka ini menunjukkan paradoks bila dibandingkan dengan data pajak yang sudah kita bahas sebelumnya, yakni hanya 17 juta yang melapor SPT Tahunan! Ada ketimpangan yang begitu besar di sana.

Bila kemudian kita kembali ke pertanyaan awal, berapa persen penghasilan yang kita butuhkan untuk dapat membeli iPhone seri terbari?

Seorang teman di Australia mengatakan harga iPhone setengah upahnya. Di Indonesia, mengacu ke upah minimum berarti 4-5 kali lipat lebih tinggi.

Harus diakui meski secara purchasing power parity, pendapatan per kapita kita mencapai Rp 230 juta setahun (3 kali lipat lebih dari pendapatan per kapita nominal), angka-angka ini sangatlah bias untuk menggambarkan kondisi riil dari pekerja Indonesia.

Dengan nilai nominalnya saja (75 juta), kita seharusnya dapat melihat kelas pekerja kerah putih yang parlente. Namun kenyataannya tidak demikian.

Bila ingin ekstrem, melihat kondisi riil yang ada, kelas menengah itu ilusi. Yang ada kelas bawah dan kelas atas, mengingat begitu tipisnya kekuatan yang disebut kelas menengah itu.

Dari sekian banyak kegelisahan kelas menengah di Indonesia, isu utama yang harus dibenahi adalah isu pendidikan.

Pembangunan manusia Indonesia menjadi layak bersaing dan berdikari adalah amanat yang harus dijaga.

Namun, ketika tidak tersedia lapangan pekerjaan dengan struktur penghasilan yang baik, biarkanlah mereka menjadi diaspora.

Kita tidak perlu alergi jika sumber daya manusia Indonesia mampu berkarier di luar negeri. Hal itu yang mulai dilakukan Provinsi Aceh dengan APBA yang memiliki anggaran khusus dari dana otsus dengan melakukan program kerja sama pemagangan dilanjutkan penyerapan tenaga kerja ke luar negeri.

Hari-hari belakangan kita pun mendapatkan informasi lowongan pekerjaan tenaga pertanian di Jepang dengan upah setara Rp 20 juta lebih.

Berbagai negara lain juga punya kebutuhan tenaga kerja yang banyak. Tinggal negara berperan dalam melindungi segenap jiwa raga masyarakat Indonesia, dengan memverifikasi dan memonitoring para pencari kerja tersebut.

Jangan sampai berita miris pemerasan keringat saudara kita di Jerman atau di negara-negara lain terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com