Seorang micromanager tidak dapat melihat gambaran besar dan memusatkan seluruh perhatiannya pada detail. Micromanager tidak dapat memikirkan masa depan, karena terlalu sibuk.
Atasan yang menerapkan micromanagement lebih mementingkan bagaimana dia dipandang daripada kesuksesan dan kebahagiaan seluruh tim dan keseluruhan perusahaan.
Selama dia terlihat pekerja keras dan rajin, sisanya tidak menjadi masalah bagi dirinya.
Baca juga: Kiat Berani Berkomunikasi dengan Atasan
Hal ini sejalan dengan penolakan untuk mendelegasikan. Dalam benak atasan micromanager, dia adalah satu-satunya yang mampu membuat keputusan yang baik.
Bahkan keputusan sederhana seperti tinta warna biru atau hitam harus dibuat oleh micromanager. Dia tidak mempercayai orang lain untuk melakukannya dengan benar.
Seorang atasan yang merupakan micromanager perlu memantau dengan cermat segala sesuatu yang dilakukan karyawannya, meskipun memiliki tugas sendiri-sendiri. Dia mereka juga cenderung mengganggu alur kerja, meminta update, dan mengawasi produktivitas.
Seorang micromanager menuntut kesempurnaan, terlepas dari apakah itu tugas kecil atau besar. Dia rewel dan terobsesi, menyebabkan kecemasan, stres, dan menurunkan produktivitas.
Baca juga: Ingin Jadi Atasan yang Baik? Lakukan 8 Hal Ini
Standarnya seringkali tidak mungkin dipenuhi dan dapat membuat karyawan kurang percaya diri terhadap kemampuan mereka.