Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Beberkan Penyebab Rupiah Tertekan

Kompas.com - 27/06/2024, 12:39 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan penyebab nilai tukar rupiah tertekan oleh dollar AS selama beberapa bulan terakhir. Tekanan ini utamanya disebabkan oleh sentimen global.

Bendahara negara menjelaskan, tekanan terhadap rupiah datang dari arah kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed). Tingkat suku bunga The Fed, Fed Fund Rate, di level 5,5 persen diproyeksi belum akan turun dalam waktu dekat.

"Bahkan yang paling optimis penurunannya hanya 1 kali pada tahun ini," kata dia, dalam konferensi pers, APBN KiTa, Kamis (27/6/2024).

Baca juga: IHSG Awal Sesi Lanjutkan Penguatan, Rupiah Masih Lesu

Arah kebijakan suku bunga yang di luar ekspektasi itu membuat "pasar" kecewa. Hal ini pun membuat investor kembali menempatkan dananya ke instrumen investasi berkaitan dengan dollar AS, seperti obligasi pemerintah AS.

Pada saat bersamaan, defisit anggaran negara AS semakin melebar, sehingga membutuhkan pembiayaan utang lebih besar. Akibatnya, pemerintah Negeri Paman Sam semakin gencar menerbitkan obligasi.

Dengan semakin masifnya penerbitan, Sri Mulyani bilang, harga obligasi pemerintah AS turun. Akan tetapi, imbal hasil atau yield yang ditawarkan tetap stabil di kisaran 4,25 persen.

"Kemudian menyebabkan penguatan dollar indeks, yang kemudian menyebabkan depresiasi termasuk rupiah kita," ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyebutkan, sampai dengan pengujung Mei lalu, nilai tukar rupiah berada di level Rp 16.431 per dollar AS. Nilai ini telah terdepresiasi 6,58 persen dari posisi awal tahun 2024.

Posisi depresiasi itu masih lebih baik dibanding dengan mata uang negara lain. Bahkan, Sri Mulyani membandingkan kondisi rupiah dengan yen Jepang yang terus terdepresiasi dan mencapai level terendah sejak 1986.

Walaupun demikian, Sri Mulyani memastikan, pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah bakal menjadi perhatian pemerintah. Ini utamanya berkaitan dengan dampak depresiasi terhadap kas negara.

"Jadi memang kita melihat dari pasar keuangan, pasar global, dan bonds itu menjadi salah satu yang perlu untuk diwaspadai, karena dinamikanya muncul, dan terjadi rembesan ke dalam, adalah melalui pasar keuangan ini," ucapnya.

Baca juga: IHSG Awal Sesi Lanjutkan Penguatan, Rupiah Masih Lesu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com