Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Fintech Equity Crowdfunding, Alternatif Himpun Dana Tanpa IPO

Kompas.com - 09/05/2019, 14:34 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah Fintech Equity Crowdfunding mungkin masih belum akrab terdengar jika dibandingkan jenis teknologi finasial lainnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru menerbitkan peraturan terkait layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi ini pada 31 Desember 2018 dalam Peraturan OJK Nomor 37/POJK.04/2018.

Sekilas mungkin sama dengan konsep investasi selama ini, di mana investor urun dana untuk mendanai suatu emiten tertentu. Namun, hal itu hanya dilakukan terhadap emiten terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sementara yang butuh pendanaan bukan hanya perusahaan yang sudah IPO. Equity Crowdfunding menjadi solusi bagi usaha kecil atau ritel yang ingin mendapat pendanaan tanpa harus melepas saham di bursa.

Baca juga: Investasi Lewat Equity Crowd Funding, Apa Itu?

CEO Alumnia Agus Wicaksana mengatakan, layanan keuangan tersebut mempertemukan investor besar dengan pelaku usaha mikro. Sebab, masih banyak usaha kecil yang unbankable dan bingung untuk mendanai usahanya.

"Ini kaitannya dengan inklusi keuangan. Banyak yang akses ke financial services kurang dan juga golongan yang mulai tumbuh yakni masyarakat tanpa riba. Kita mau pertemukan itu," ujar Agus di Fintech Union, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Salah satu yang Alumnia lakukan yakni urun dana untuk proyek bangunan eco friendly yang terbuat dari bambu. Tanpa sama sekali menggunakan beton, rumah bambu itu bisa berdiri kokoh setinggi empat lantai. Keuntungannya dari segi lingkungan adalah bambu menyera karbondioksida sehingga sangat ramah bagi kesehatan.

Baca juga: Berinvestasi Lewat Equity Crowdfunding, Apa Kelebihannya dibanding Platform Lain?

"Ke depan kita cari proyek perusahaan yang bisa memanfaatkan lahan untuk menanam bambu. Kalau ini dikembangkan, akan ada industri terintegrasi yang eco friendly," kata Agus.

Perbedaan antara equity crowdfunding dengan investasi lain seperti pasar saham dan reksa dana yakni sifatnya yang profit sharing. Investor yang meminjamkan modal akan mendapatkan saham perusahaan, serta mendapatkan keuntungan perusahaan sesuai dengan porsi saham mereka.

Co Founder Likuid Kenneth Tali mengatakan, Equity Crowdfunding diibaratkan sebagai lapangan bola, di mana mempertemukan pemain yakni investor dengan bolanya yakni pengusaha kecil. Likuid sendiri bentuknya seperti marketplace, di mana terdapat investor dan juga produk-produk yang diinvestasikan.

Likuid fokus pada sektor startup dan industri kreatif.

"Kalau startup biasanya akan investasi ke orang yang lebih kenal. Nah, orang dari Surabaya, Kalimantan, Medan, mereka punya startup tapi tidak punya jaringan, mereka bisa kenalan di sini," jelas Kenneth.

Baca juga: BEI Bertemu 4 Unicorn Indonesia untuk Bahas IPO

Kenneth mengatakan, equity crowdfunding menarik bagi invetsor karna banyak industri yang tertutup karena limitasi akses dan uang. Misalnya, akses orang masuk ke bisnis properti terbatas karena butuh dana besar, sementara di kalangan menengah biasanya lari ke reksa dana.

Di luar itu, masih ada industri lain seperti industri kreatif yang butuh pendanaan, tapi bukan berbentuk perseroan terbuka (PT). Apalagi industri kreatif sedang gencar digalakkan di Indonesia.

Equity crowdfunding ini bisa dijadikan alternatif oleh investor kalangan menengah untuk mencoba membangun industri kreatif maupun usaha kecil lainnya.

"Industri ini bisa jadi jauh lebih booming karena mereka bisa lihat apa yang bisa mereka investasikan," terang Kenneth.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com