JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai masalah di beberapa belahan dunia membuat kondisi perekonomian global cukup bergejolak dalam tiga tahun belakangan.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang terjadi sejak pertengahan 2018 baru mencapai kesepakatan tahap pertama di awal tahun ini.
Namun, belum usai kesepakatan tersebut, Amerika Serikat pun memicu konflik lain dengan Iran melalui serangan drone yang menewaskan petinggi militer negara tersebut.
Baca juga: Meski Iran-AS Mereda, Ekonomi Global Masih Diselimuti Ketidakpastian
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, berbagai masalah yang menimbulkan gejolak ekonomi global tersebut disebabkan representasi perempuan dalam proses pembuatan kebijakan masih sangat minim.
"Ketidakpastian di 2019 terus berlanjut di 2020, dan ini hampir seluruhnya related to manmade. Dalam artian, the man made the problems like Brexit, US-China trade war, Hong Kong protest meski di sana dipicu oleh seorang chairwoman, kemudian perang dagang Jepang-Korea, semua adalah laki-laki," ujar Sri Mulyani dalam acara Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (5/2/2020).
"Banyak bapak-bapak yang menciptakan masalah ini. Ini masalah karena kurangnya representasi perempuan dalam proses perumusan kebijakan," ujar dia lebih lanjut.
Baca juga: Lebih dari Separuh Perempuan Usia Kerja di Dunia adalah Pekerja Tak Berupah
Sri Mulyani mengatakan, kondisi perekonomian global masih menjadi tantangan utama dalam pengelolaan keuangan negara. Kondisi pertumbuhan ekonomi global yang lesu turut berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor dalam negeri.
Bahkan, dia mengatakan, akibat berbagai kejadian yang memengaruhi kondisi geopolitik dunia yang terjadi sejak tahun lalu, volume perdagangan dunia hanya tumbuh di kisaran 1 persen, atau yang terendah dalam beberapa tahun terakhir.
"Bapak-bapak yang menciptakan masalah ini, jadi seharusnya bapak-bapak pula yang menyelesaikan," ujar dia sembari bergurau.
Baca juga: Kepala BKPM: Tenaga Kerja Perempuan Paling Banyak Digantikan Robot