Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janji Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Jokowi yang Tak Pernah Terealisasi

Kompas.com - 05/02/2020, 19:01 WIB
Muhammad Idris,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik ( BPS) kembali merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,02 persen secara tahunan (year on year/yoy) sepanjang 2019. Angka itu tumbuh lebih rendah dibandingkan pada tahun 2018 sebesar 5,17 persen.

Adapun, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2019 juga mengalami perlambatan sebesar 4,97 persen dibanding kuartal IV 2019 sebesar 5,17 persen. Begitu pun jika dibandingkan dengan kuartal III 2019 sebesar 5,02 persen.

Kendati tumbuh positif, nyatanya pertumbuhan ekonomi sejak 2015 tak pernah menyentuh 7 persen sebagaimana pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak kampanye Pilpres 2014 silam.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com (15/6/2014), Jokowi yang saat itu masih jadi calon presiden optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi bisa tembus 7 persen asal pembangunan ekonomi bisa memperhatikan tiga hal, yakni iklim investasi, regulasi, dan peningkatan ekspor berbasis industri.

“Ke depan, saya meyakini bahwa ekonomi kita bisa tumbuh di atas 7 persen, dengan catatan iklim investasi beserta regulasinya itu betul-betul terbuka dan memberikan kesempatan untuk investor lokal bergerak menciptakan pertumbuhan ekonomi,” ucap Jokowi saat itu.

Baca juga: 2019, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,02 Persen

Menurut Jokowi, hal terpenting mengejar target pertumbuhan ekonomi 7 persen yakni memangkas birokrasi perizinan agar bisa menarik investor sebanyak-banyaknya.

“Investor diberikan kesempatan membuka lapangan pekerjaan dan investasi di daerah-daerah. Saya yakin 7 persen bukan sesuatu yang sulit,” ujarnya.

Jokowi melanjutkan, pemerintah juga perlu mendorong industri yang berbasiskan ekspor. Tak cuma perusahaan besar, namun juga mendorong industri kecil bermain di dalamnya.

“Ketiga, arah industri yang ke ekspor harus dibuka seluas-luasnya, harus diberikan insentif sebesar-besarnya. Industri kecil di desa bisa berkompetisi di dunia, asal diberikan ruang untuk memasarkan barang,” kata Jokowi.

Janji kampanyenya itu kemudian dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019. Bukan 7 persen, di periode Jokowi, pertumbuhan ekonomi selalu berkisar di angka 5 persen.

Dirinci lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 tercatat sebesar 4,88 persen.

Berikutnya pertumbuhan ekonomi berturut-turut pada 2016 sebesar 5,03 persen, 2017 sebesar 5,07 persen, 2018 sebesar 5,17 persen, dan 2019 sebesar 5,03 persen.

Sebelumnya di beritakan Kompas.com (22/7/2019), menyebut kalau angka pertumbuhan 7 persen bukan janji, melainkan sebuah target.

"Ini bukan janji lho ya, ini target. Menurut saya kita harus punya target pertumbuhan ekonomi 6-7 persen," kata Jokowi dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews.com, Kamis (18/7/2019).

Baca juga: Jokowi Pernah Jengkel karena Harga Cabai

Saat kampanye pilpres 2014 lalu, Jokowi juga pernah berjanji pertumbuhan ekonomi Indonesia 7 persen. Namun, janji itu tak pernah terpenuhi.

Selama lima tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, pertumbuhan ekonomi hanya berkutat pada angka 5 persen. Jokowi menilai ada sejumlah hal yang membuat angka pertumbuhan ekonomi sulit digenjot.

"Beratnya, pertumbuhan ekonomi global terus turun, bolak-balik direvisi. Dalam kondisi seperti saat ini, semua negara memproteksi diri untuk kepentingan masing-masing," kata Jokowi.

(Sumber: KOMPAS.com/Ihsanuddin, Estu Suryowati | Editor: Bambang Priyo Jatmiko, Diamanty Meiliana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Emiten Penyedia Infrastuktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Emiten Penyedia Infrastuktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Whats New
InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

Whats New
KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

Whats New
BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

Whats New
Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak 'Tenant' Donasi ke Panti Asuhan

Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak "Tenant" Donasi ke Panti Asuhan

Whats New
Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Whats New
Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Whats New
BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

Whats New
PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

Work Smart
Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Whats New
Cadangan Devisa RI  Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Cadangan Devisa RI Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Whats New
Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com