Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPJS Watch Desak Pemerintah dan DPR Transparan soal Omnibus Law

Kompas.com - 17/02/2020, 08:09 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Advokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Watch Timboel Siregar berpendapat, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut harus transparan dan dapat diakses ke publik. Termasuk ke Serikat Pekerja atau Serikat Buruh (SP/SB).

Menurut dia, apabila pembahasan RUU Omnibus Law dilakukan tertutup maka akan terjadi prasangka buruk dan kualitas undang-undang nantinya akan rendah dan mudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

"Saya kira dengan pasal yang akan dibahas sedemikian banyak (seribuan pasal) maka untuk memastikan efektivitas dan kualitas pembahasannya maka seharusnya seluruh komisi dilibatkan berdasarkan klasternya, tidak hanya dibahas di Baleg," katanya dalam keterangan tertulis diterima Kompas.com, Jakarta, Minggu (16/2/2020).

Baca juga: Omnibus Law, Pemerintah Hapus Cuti Panjang Karyawan

"Pembahasan draft ini harus benar-benar dicermati dan tidak dicepat-cepatin sehingga kualitasnya menjadi rendah," lanjut Timboel.

RUU Omnibus Law telah diserahkan pemerintah ke DPR RI. Pemerintah pun memnta DPR segera membahas RUU tersebut sehingga ditargetkan dalam tiga bulan selesai.

Menurut dia, persoalan RUU Omnibus Law ini ada di ranah formil dan materil. Secara formil, pembuatan draft RUU ini dilakukan dengan tidak transparan. Naskah akademik tidak terpublikasi, peran serta masyarakat tidak terakomodir, draft RUU yang muncul terus berganti sehingga kerap kali disebut hoaks.

Demikian juga dengan materialnya yaitu substansi pasal-pasal di draft RUU ini khususnya di klaster ketenagakerjaan, menyiratkan secara terang-terangan penurunan manfaat kepada pekerja.

Sebagai contoh, kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menghilangkan penggantian hak dan tertulis di pasal 156 ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta menurunkan nilai penghargaan masa kerja (pasal 156 ayat 3) menjadi maksimal 8 kali.

Baca juga: Omnibus Law, Pemerintah Hapus Cuti Panjang Karyawan

Demikian juga dengan proses PHK yang dipermudah seperti pasal 161 yaitu pelanggaran peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama tanpa lagi harus diberikan surat peringatan. Pasal 168 tentang mangkir lima hari berturut-turut tanpa lagi ada kewajiban pengusaha memanggil kerja dua kali secara patut dan layak.

Dia menilai, banyak lagi yang harus dikritisi dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja seperti nilai kompensasi PHK yang sebelumnya diatur UU Nomor 13 Tahun 2003, di draft RUU justru kewenangan ada di tangan pemerintah eksekutif melalui peraturan pemerintah.

"Jadi, nanti pemerintah bisa mengubah kompensasi PHK sendiri. Masih banyak hal lain yang harus dikritisi karena memang banyak hal yang turun. Oleh karenanya memang proses perundingan draft RUU ini antara DPR dan pemerintah menjadi hal penting untuk dikawal oleh masyarakat." tegasnya.


Menurut BPJS Watch, Komisi IX DPR RI pernah berjanji kepada Serikat Pekerja atau buruh untuk melakukan pembahasan dengan pemerintah secara terbuka. Tentunya janji ini biasa dilakukan dengan membolehkan masyarakat menyaksikannya dari mimbar atas atau balkon di Gedung Legislatif DPR RI.

Namun dalam tata tertib (tatib) DPR ada juga mekanisme pembahasan yang dilakukan tertutup dan ini menjadi hal lumrah dilakukan.

"Nah untuk pembahasan tertutup, saya kira ini yang harus diminimalisir. Semoga semuanya bisa diakses langsung oleh publik," ujarnya

Pasalnya, keterbukaan akses penting sekali mengingat draft RUU Omnibus Law yang dibuat pemerintah sangat rahasia dan sulit diakses publik. Timboel juga menjelaskan, sebelumnya dalam Surat Keputusan (SK) Menko Perekenomian Nomor 121 Tahun 2020, dalam pasal 2-nya disebut tugas tim yang melibatkan para Serikat Pekerja atau buruh akam membuat substansi RUU dan regulasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com