Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Salin Artikel

BPJS Watch Desak Pemerintah dan DPR Transparan soal Omnibus Law

Menurut dia, apabila pembahasan RUU Omnibus Law dilakukan tertutup maka akan terjadi prasangka buruk dan kualitas undang-undang nantinya akan rendah dan mudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

"Saya kira dengan pasal yang akan dibahas sedemikian banyak (seribuan pasal) maka untuk memastikan efektivitas dan kualitas pembahasannya maka seharusnya seluruh komisi dilibatkan berdasarkan klasternya, tidak hanya dibahas di Baleg," katanya dalam keterangan tertulis diterima Kompas.com, Jakarta, Minggu (16/2/2020).

"Pembahasan draft ini harus benar-benar dicermati dan tidak dicepat-cepatin sehingga kualitasnya menjadi rendah," lanjut Timboel.

RUU Omnibus Law telah diserahkan pemerintah ke DPR RI. Pemerintah pun memnta DPR segera membahas RUU tersebut sehingga ditargetkan dalam tiga bulan selesai.

Menurut dia, persoalan RUU Omnibus Law ini ada di ranah formil dan materil. Secara formil, pembuatan draft RUU ini dilakukan dengan tidak transparan. Naskah akademik tidak terpublikasi, peran serta masyarakat tidak terakomodir, draft RUU yang muncul terus berganti sehingga kerap kali disebut hoaks.

Demikian juga dengan materialnya yaitu substansi pasal-pasal di draft RUU ini khususnya di klaster ketenagakerjaan, menyiratkan secara terang-terangan penurunan manfaat kepada pekerja.

Sebagai contoh, kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menghilangkan penggantian hak dan tertulis di pasal 156 ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta menurunkan nilai penghargaan masa kerja (pasal 156 ayat 3) menjadi maksimal 8 kali.

Demikian juga dengan proses PHK yang dipermudah seperti pasal 161 yaitu pelanggaran peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama tanpa lagi harus diberikan surat peringatan. Pasal 168 tentang mangkir lima hari berturut-turut tanpa lagi ada kewajiban pengusaha memanggil kerja dua kali secara patut dan layak.

Dia menilai, banyak lagi yang harus dikritisi dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja seperti nilai kompensasi PHK yang sebelumnya diatur UU Nomor 13 Tahun 2003, di draft RUU justru kewenangan ada di tangan pemerintah eksekutif melalui peraturan pemerintah.

"Jadi, nanti pemerintah bisa mengubah kompensasi PHK sendiri. Masih banyak hal lain yang harus dikritisi karena memang banyak hal yang turun. Oleh karenanya memang proses perundingan draft RUU ini antara DPR dan pemerintah menjadi hal penting untuk dikawal oleh masyarakat." tegasnya.


Menurut BPJS Watch, Komisi IX DPR RI pernah berjanji kepada Serikat Pekerja atau buruh untuk melakukan pembahasan dengan pemerintah secara terbuka. Tentunya janji ini biasa dilakukan dengan membolehkan masyarakat menyaksikannya dari mimbar atas atau balkon di Gedung Legislatif DPR RI.

Namun dalam tata tertib (tatib) DPR ada juga mekanisme pembahasan yang dilakukan tertutup dan ini menjadi hal lumrah dilakukan.

"Nah untuk pembahasan tertutup, saya kira ini yang harus diminimalisir. Semoga semuanya bisa diakses langsung oleh publik," ujarnya

Pasalnya, keterbukaan akses penting sekali mengingat draft RUU Omnibus Law yang dibuat pemerintah sangat rahasia dan sulit diakses publik. Timboel juga menjelaskan, sebelumnya dalam Surat Keputusan (SK) Menko Perekenomian Nomor 121 Tahun 2020, dalam pasal 2-nya disebut tugas tim yang melibatkan para Serikat Pekerja atau buruh akam membuat substansi RUU dan regulasi.

Kenyataannya saat implementasi tidak berjalan sesuai SK. "Surat Keputusan Nomor 121 itu hanya basa-basi," tegasnya.

Adapun catatan penting keterbukaan pembahasan RUU Omnibus Law, menurut BPJS Watch akan sangat berperan untuk memastikan beberapa hal, antara lain:

1. Adanya keterbukaan dari anggota DPR dalam pembahasan RUU tersebut sehingga publik tahu pembahasan pasal per pasal dan argumentasinya serta kaitannya dengan UU Nomor 13, UU Nomor 40 Tahun 2004 dan UU Nomor 24 Tahun 2011 yang masih eksis saat ini.

Rakyat wajib tahu kualitas pembahasannya sehingga kualitas RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja benar-benar baik sehingga tidak mudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ini juga akan memastikan apakah memang DPR memperjuangkan rakyat atau tidak.

2. Keterbukaan tersebut sangat penting mengingat DPR dikuasai oleh parpol koalisi pemerintah, sehingga janji-janji yang pernah disampaikan anggota DPR bahwa mereka tetap berjuang untuk rakyat walaupun mereka anggota dari parpol koalisi. Masyarakat bisa melihat langsung anggota DPR tersebut apakah konsisten berjuang untuk rakyat atau takut sama ketua umum parpol koalisi.

3. Masyarakat dan SP/SB bisa memberikan masukan langsung ke anggota DPR saat pembahasan lewat WA atau SMS sehingga anggota DPR bisa lebih mengetahui masalah-masalah perburuhan. Dan rakyat pun bisa mengkritisi langsung ketika pemerintah dan DPR tidak serius membahas RUU ini.

https://money.kompas.com/read/2020/02/17/080900026/bpjs-watch-desak-pemerintah-dan-dpr-transparan-soal-omnibus-law-

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Ketika Para Pemenang Lomba Mancanegara Mengeluh Bak 'Ditodong' Bea Cukai, gara-gara Piala...

Ketika Para Pemenang Lomba Mancanegara Mengeluh Bak "Ditodong" Bea Cukai, gara-gara Piala...

Whats New
[POPULER MONEY] Cerita Pengembang Gim 'Ditodong' Petugas Bea Cukai | Bawa 3 Dus Bika Ambon, Penumpang Garuda Kena Denda Rp 2 Juta

[POPULER MONEY] Cerita Pengembang Gim "Ditodong" Petugas Bea Cukai | Bawa 3 Dus Bika Ambon, Penumpang Garuda Kena Denda Rp 2 Juta

Whats New
WTO, Bea Keluar, dan Kebijakan Hilirisasi

WTO, Bea Keluar, dan Kebijakan Hilirisasi

Whats New
Pajak Royalti Turun Jadi 6 Persen bagi Wajib Pajak Pengguna NPPN

Pajak Royalti Turun Jadi 6 Persen bagi Wajib Pajak Pengguna NPPN

Whats New
AC Pesawat Super Air Jet Mati Rugikan Konsumen, YLKI: Menhub Harus Tegur Keras dan Beri Sanksi

AC Pesawat Super Air Jet Mati Rugikan Konsumen, YLKI: Menhub Harus Tegur Keras dan Beri Sanksi

Whats New
Catat, Larangan Bukber Tidak Berlaku bagi Masyarakat Umum

Catat, Larangan Bukber Tidak Berlaku bagi Masyarakat Umum

Whats New
Luhut Rayu Korsel Bangun Seluruh Rantai Produksi Mobil Listrik di RI

Luhut Rayu Korsel Bangun Seluruh Rantai Produksi Mobil Listrik di RI

Whats New
LRT Jabodebek hingga Mikrolet Bakal Terintegrasi di Stasiun Halim

LRT Jabodebek hingga Mikrolet Bakal Terintegrasi di Stasiun Halim

Whats New
KKP Kembangkan Budidaya Ikan Nila di Papua

KKP Kembangkan Budidaya Ikan Nila di Papua

Whats New
BPH Migas Pastikan Penyaluran BBM Bersubsidi di NTT Tepat Sasaran

BPH Migas Pastikan Penyaluran BBM Bersubsidi di NTT Tepat Sasaran

Whats New
Tim Likuidasi Wanaartha Life Buka Kemungkinan Pendaftaran Tagihan Tahap Kedua

Tim Likuidasi Wanaartha Life Buka Kemungkinan Pendaftaran Tagihan Tahap Kedua

Whats New
ASN yang Gelar Buka Puasa Bersama Bakal Kena Sanksi

ASN yang Gelar Buka Puasa Bersama Bakal Kena Sanksi

Whats New
Kredivo Holdings Raih Pendanaan Seri D Senilai Rp 270 Juta Dollar AS

Kredivo Holdings Raih Pendanaan Seri D Senilai Rp 270 Juta Dollar AS

Whats New
Diskon Tambah Daya Rumah Ibadah Hanya Rp 150.000, Ini Cara Pengajuannya ke PLN

Diskon Tambah Daya Rumah Ibadah Hanya Rp 150.000, Ini Cara Pengajuannya ke PLN

Spend Smart
Tersisa 2 Hari Lagi, Simak Cara Beli Pelatihan Kartu Prakerja Gelombang 49

Tersisa 2 Hari Lagi, Simak Cara Beli Pelatihan Kartu Prakerja Gelombang 49

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+