JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna.
"RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan di tingkat selanjutnya," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat memimpin rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I dengan pemerintah sebagaimana dilansir dari Antara, Senin (5/10/2020).
Dalam rapat tersebut sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi mini telah menyetujui yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
RUU Omnibus Law Cipta Kerja didukung oleh seluruh partai pendukung koalisi pemerintah. Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat.
Baca juga: 4 Serikat Buruh Pilih Tak Ikut Mogok Kerja Tolak RUU Cipta Kerja
Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja. Salah satu pasal yang ditolak serikat buruh yakni terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja oleh perusahaan.
Dikutip dari beleid RUU Cipta Kerja Pasal 154A, bahwa pemerintah membolehkan perusahaan untuk melakukan PHK kepada karyawan dengan 14 alasan sebagai berikut:
Baca juga: Mengenal Apa Itu Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Isi Lengkapnya
Sementara itu jika mengacu pada aturan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah membolehkan perusahaan melakukan PHK dengan alasan sebagai berikut:
Serikat buruh mengkhawatirkan, aturan PHK dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini akan membuat posisi pekerja semakin lemah.
Alasannya, menurut serikat pekerja, perusahaan bisa dengan mudah memecat pekerja dengan alasan efisiensi atau strategi bisnis sehingga pekerja tak lagi memiliki daya tawar jika keberatan PHK diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan ada 10 isu yang diusung oleh buruh dalam menolak omnibus law RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, termasuk soal PHK.
Baca juga: Serikat Pekerja Anggap RUU Cipta Kerja Hanya Janji Semu
“Sepuluh isu tersebut telah dibahas oleh pemerintah bersama Panja Baleg RUU Cipta Kerja DPR RI selama 5-7 hari dan sudah menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak. Dan semalam sudah diputuskan oleh pemerintah dan DPR RI untuk dibawa kedalam rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-undang," ujar Said Iqbal dalam keterangannya.
Beberapa ketentuan juga dianggap kontroversial antara lain terkait pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.
Menyikapi rencana pemerintah dan DPR yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja dalam sidang Paripurna DPR, maka KSPI dan buruh indonesia beserta 32 Federasi serikat buruh lainnya menyatakan menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan akan mogok nasional pada tanggal 6 sampai 8 oktober 2020 (Mogok Nasional Oktober 2020) sesuai mekanisme UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI mencermati, katanya tiga isu yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi UU 13/2003,” kata Said Iqbal lagi.
Baca juga: Buruh Dibayar Lebih Rendah di RUU Cipta Kerja? Simak Penjelasannya
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja akan bermanfaat besar untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global.