Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Investasi Aset Kripto? Simak Dulu Tiga Hal Penting Ini

Kompas.com - 14/05/2021, 10:15 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga mata uang kripto bitcoin mengalami penurunan usai bos Tesla, Elon Musk mengatakan perusahaannya tak lagi menerima bitcoin sebagai salah satu alat transaksi atas pembelian mobil.

Bitcoin sendiri merupakan salah satu jenis aset kripto. Berdasarkan keterangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui unggahan di akun Instagram resminya, aset kripto merupakan jenis komoditi, bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Atas dasar itu, OJK mengingatkan masyarakat mengenai resiko perdagangan aset kripto. Menurut OJK, masyarakat harus memahami resiko perdagangan aset kripto yang tidak jelas underlying ekonominya.

Lantas, apa sih sebenarnya aset kripto itu?

Berdasarkan unggahan OJK di akun Intagramnya, merujuk pada peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 5 Tahun 2019, aset kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.

Setelah mengetahui definisinya, ada baiknya Anda juga memahami tiga hal
penting terkait aset kripto berdasarkan versi OJK:

Pertama, aset kripto merupakan jenis komoditi, bukan sebagai alat pembayaran yang sah. OJK telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pembayaran dan menyatakan bawa mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Tanah Air.

Kedua, Aset kripto adalah komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun. Sehingga, masyarakat harus paham dari awal mengenai potensi dan resikonya sebelum melakukan transaksi aset kripto.

Ketiga, OJK tidak melakukan pengawasan dan pengaturan atas aset kripto. Pengawasan aset kripto dilakukan oleh Bappebti di bawah naungan Kementerian Perdagangan.

Bappebti sendiri telah mengeluarkan daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan dan pedagang aset kripto yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan transaksi aset tersebut.

Sebelumnya, CEO Tesla Elon Musk mengatakan, perusahaan produsen mobil listrik tersebut tak lagi menerima bitcoin sebagai salah satu alat transaksi atas pembelian mobil.

Ia beralasan, penggunaan bahan bakar fosil untuk transaksi dan penambangan bitcoin melonjak pesat. Sebab, proses penambangan bitcoin membutuhkan komputer dengan daya atau sumber energi yang tinggi.

Salah satu sumber energi atau listrik yang digunakan pun berbahan bakar batu bara yang memiliki emisi paling parah ketimbang bahan bakar lain.

"Mata uang kripto adalah ide yang bagus di banyak level, dan kami percaya ia memiliki masa depan yang cerah. Namun, hal ini tidak berarti harus merugikan lingkungan," ujar ia seperti dikutip dari akun Twitter-nya, @elonmusk, Jumat (14/5/2021).

"Tesla tidak akan menjual bitcoin (yang mereka miliki) dan kami akan menggunakannya kembali untuk transaksi bila terjadi perubahan proses penambangan yang lebih berkelanjutan," lanjut dia.

Musk pun mengatakan, saat ini pihaknya juga tengah mencari mata uang kripto lain yang menggunakan 1 persen dari energi yang dibutuhkan bitcoin per transaksi.

Setelah mencuitkan hal tersebut, harga bitcoin langsung mengalami penurunan.

Mengutip Channel News Asia, Jumat (14/5/2021), mata uang kripto itu turun menjadi 45.700 dollar AS atau setara dengan Rp 648 juta (kurs Rp 14.200). Teranyar, bitcoin kembali turun 1,6 persen menjadi 48.595 atau Rp 690 juta.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com