Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Juky Mariska

Bergabung dengan OCBC NISP sejak tahun 2014 dan kini menjabat sebagai Executive Vice President, Wealth Management Head

Krisis Energi Dunia, IHSG Meroket

Kompas.com - 13/10/2021, 15:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di penghujung kuartal III, pasar modal dunia mengalami sejumlah sentimen negatif. Mulai dari rencana tapering di Amerika Serikat, masalah plafon hutang atau debt limit AS, hingga krisis hutang property developer Evergrande, serta krisis energi yang terjadi di beberapa negara di dunia.

Pada pertemuan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve di bulan September lalu, sejumlah pejabat Fed memproyeksikan kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat di 2022, yang sebelumnya diproyeksikan di 2023.

Selain itu, walaupun belum mengumumkan adanya tapering di bulan September, namun sikap Fed yang lebih hawkish kali ini membuat para pelaku pasar memprediksi bahwa tapering akan diumumkan di bulan November. Ekspektasi yang lebih hawkish ini tercermin dalam proyeksi Fed Dot Plot.

Baca juga: Trik Investasi Saham Bagi Anda yang Memiliki Gaji UMR

Sementara itu, Amerika Serikat juga dihadapkan permasalahan debt limit atau plafon hutang, yang telah berakhir pada 1 Agustus 2021.

Setelah mengalami sejumlah perdebatan di kongres dan senat, maka diputuskan untuk menaikkan batas debt limit sementara sejumlah 480 miliar dollar AS menjadi 28,9 triliun dollar AS hingga awal Desember 2021. Hal ini dilakukan untuk mencegah kekurangan pendanaan, government shutdown, dan potensi risiko likuiditas dari obligasi pemerintah AS untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.

Namun, kenaikan debt limit secara permanen belum dapat diputuskan, dan perdebatan di level kongres terus berlanjut dengan membawa anggaran infrastruktur Presiden Joe Biden menjadi salah satu unsur dari perbedaan pendapat.

Sejumlah ketidakpastian baik tapering dan debt limit ini mendorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS atau US Treasury ke level 1,61 persen pada 11 Oktober 2021.

Isu dari Asia

Dari Asia, pecahnya kasus likuiditas hutang perusahaan properti asal China, Evergrande, membuat indeks Hang Seng sempat terkoreksi -5,39 persen dalam waktu 3 hari berturut-turut, meskipun pada akhirnya investor kembali lagi masuk ke pasar saham Hongkong untuk membeli di harga yang lebih murah.

Bank sentral China, PBoC turut membantu kasus Evergrande dengan mengirimkan tim penasihat keuangan guna merestrukturisasi pembayaran hutang.

Baca juga: Krisis Evergrande, Bagaimana Dampaknya ke Industri Properti Indonesia?

Memasuki awal kuartal terakhir tahun 2021 ini, dunia dikejutkan oleh kelangkaan gas alam, sehingga memicu kenaikan harga sumber energi lain seperti batu bara.

Terhambatnya distribusi, hingga adanya pergantian musim dingin yang membutuhkan konsumsi energi dalam jumlah besar, memaksa sejumlah negara mengambil keputusan untuk beralih ke energi pengganti, salah satunya batu bara.

 

Indonesia sebagai salah satu negara produsen batu bara terbesar di dunia, turut mendulang rejeki. Harga acuan batu bara Indonesia, mengalami kenaikan tajam sejak akhir tahun 2020.

Pasar Saham dan Obligasi Indonesia

Kenaikan harga batu bara ini turut mendorong kenaikan sektor energi lainnya. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG berhasil menguat 2,22 persen ke level 6.286 di bulan September.

Penguatan IHSG terjadi di tengah kurang kondusifnya sentimen global, dan didorong oleh aliran dana investor asing yang terasa deras sejak bulan lalu.

Investor asing mencatatkan pembelian bersih di pasar saham Rp 4,3 triliun. Sektor energi yang dianggap sebagai old economy memimpin penguatan dari segi sektoral, seiring dengan melonjaknya harga komoditas batu bara, minyak bumi dan kelapa sawit.

Baca juga: Sebelum Mulai Investasi Saham, Kenali Dulu Keuntungan dan Risikonya

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com