Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Drs. I Ketut  Suweca, M.Si
PNS dan Dosen Ilmu Komunikasi STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Pencinta dunia literasi

Bukan Penghasilan Masalahnya, melainkan Pengeluaran!

Kompas.com - 30/05/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA banyak orang berpikir bahwa untuk memiliki kebebasan finansial, cukup dengan meningkatkan penghasilan.

Untuk itu, orang harus berusaha keras menambah penghasilan, bagaimana pun caranya.

Itulah sebabnya orang yang memiliki pandangan seperti ini kemudian berusaha keras untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Ia bekerja keras, siang dan malam, untuk menambah penghasilan.

Ia berusaha menemukan siapa atau perusahaan mana yang bisa memberinya gaji lebih besar. Atau, ia berusaha menemukan pilihan bisnis yang lebih menjanjikan dari sisi keuntungan.

Apakah yang dilakukan itu salah? Tentu saja tidak. Akan tetapi kenyataannya, orang seperti ini tetap saja merasa kekurangan. Kendati pun ia bekerja keras, tetap saja ia kekurangan dari sisi finansial.

Ada apa dengan orang ini? Mengapa bisa demikian?

Penyebab utamanya adalah pengeluaran yang bersangkutan terus saja meningkat bersamaan dengan peningkatan penghasilan.

Apa yang didapatnya sebagai penghasilan, dikeluarkan atau dibelanjakan semuanya. Bahkan tidak ada sisa sama sekali.

Bahkan, dia seringkali mengalami pengeluaran lebih tinggi daripada pendapatan. Istilahnya, lebih besar pasak daripada tiang. Ia terjebak dalam penggunaan uang yang buruk.

Pentingnya menahan diri

Kalau demikian halnya, siapa yang disalahkan? Ya, diri sendirilah. Seharusnya yang bersangkutan mengatur pengeluaran hanya untuk hal-hal yang diperlukan.

Tidak mentang-mentang sudah memiliki pendapatan meningkat, lalu pengeluaran uang semakin membengkak. Jelas saja tak kunjung bertambah tabungan atau investasinya.

Malah, boleh jadi tabungan yang tersedia tergerogoti untuk berbagai keinginan yang semakin melonjak.

Begitulah yang terkadang terjadi dalam pengelolaan keuangan keluarga. Keinginan untuk berbelanja sulit ditahan.

Orang seperti ini mengalami apa yang disebut dengan shopaholic. Artinya, ia selalu saja merasa ingin berbelanja, apalagi melihat barang-barang yang menarik minatnya.

Ia benar-benar merasa senang saat berbelanja kendati setelah dibelinya dan menumpuk di rumah ia lalu merasa menyesal. Hanya saja, penyesalan itu tidak membuatnya keluar dari kebiasaan shopaholic.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com