Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Kali Ditunda, Pemerintah Batal Terapkan Pajak Karbon per Juli 2022

Kompas.com - 24/06/2022, 10:20 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah kembali membatalkan alias menunda penerapan pajak karbon (carbon tax) pada Juli tahun 2022. Penundaan ini menjadi yang kedua kalinya pada tahun 2022.

Sejatinya, pajak karbon bakal diterapkan pada April 2022. Namun, kebijakan itu ditunda dan rencananya bakal berlaku pada Juli 2022. Sayangnya, kebijakan ini kembali molor.

"Dengan kondisi saat ini, pemerintah mempertimbangkan untuk me-review kembali pemberlakuan pajak karbon pada Juli 2022," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Kurangi Efek Gas Rumah Kaca, BKI Dukung Implementasi Pajak Karbon

Kendati ditunda, Febrio memastikan penerapan pajak karbon tetap akan berlaku di tahun 2022. Pasalnya, implementasi pajak karbon di negara berkembang akan menjadi showcase pada pertemuan dan Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada November mendatang.

Untuk tahap pertama, pajak karbon dikenakan pertama kali pada PLTU batu bara dengan mekanisme cap and trade sesuai amanat UU HPP.

Menurut Febrio, mekanisme tersebut akan mendukung mekanisme pasar karbon yang sudah berlangsung di antara PLTU, yang diterapkan oleh Kementerian ESDM.

"(Pajak karbon) menjadi showcase dalam pertemuan tingkat tinggi G20, termasuk mendorong aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, salah satunya energy transition mechanism (ETM) untuk pensiunkan secara dini PLTU batu bara (passing down coal)," ungkap Febrio.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Pajak Karbon yang Mulai Berlaku 1 Juli 2022

Alasan penundaan

Febrio merinci, ada beberapa alasan yang menjadi landasan pemerintah untuk menunda pajak karbon. Alasan utamanya adalah kondisi geopolitik dan gejolak global saat ini yang efek rambatannya harus diwaspadai.

Febrio bilang, kondisi global saat ini belum cukup kondusif untuk penerapan pajak karbon. Di sisi lain, pihaknya masih menyempurnakan skema pasar karbon. Pasalnya, pasar karbon menjadi krusial dalam pencapaian National Determine Contribution (NDC) Perjanjian Paris (Paris Agreement).

"Termasuk memperbaiki dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan terkait. Ini semua menjadi pelengkap penerapan dari pajak karbon," jelasnya.

Baca juga: Sri Mulyani Umumkan Pajak Karbon Batal Berlaku 1 April 2022

Saat ini kata Febrio, seluruh peraturan pendukung untuk pemberlakuan pajak karbon masih terus dimatangkan oleh seluruh K/L termasuk Kementerian Keuangan.

"Penyusunan peraturan-peraturan ini tentunya mempertimbangkan seluruh aspek termasuk pengembangan pasar karbon terutama, pencapaian target dari NDC kita, lalu kesiapan sektor-sektor dan kita kondisi perekonomian kita," sebut Febrio.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com