Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Guru Besar IPB Sebut Tata Kelola Pupuk Subsidi Perlu Penyempurnaan Kembali

Kompas.com - 15/07/2022, 10:59 WIB
Fransisca Andeska Gladiaventa,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Muhammad Firdaus menegaskan transformasi tata kelola pupuk subsidi yang dilakukan oleh pemerintah sudah merpakan langkah yang tepat.

Sayangnya, kebijakan pupuk subsidi tersebut masih perlu adanya penyempurnaan guna menjadi salah satu prasyarat berlangsungnya produksi pertanian dan peningkatan produktivitas.

“Kami menilai kebijakan mengenai pupuk subsidi perlu untuk disempurnakan kembali, seperti padi, jagung, dan kedelai adalah komoditas utama yang harus disubsidi,” ungkap Firdaus dalam keterangan persnya, Jumat (15/7/2022).

Baca juga: Pemerintah Fokuskan Pupuk Subsidi pada Urea dan NPK Per 1 Juli 2022

Di sisi lain, Firdaus menilai, perlu adanya penyederhanaan jenis komoditas yang sesuai dengan karakter ekonomi, di mana harga komoditas tersebut tidak boleh mahal.

Ia menilai formula pupuk yang digunakan dengan takaran 15-10-12 merupakan hal yang bagus dan perlu untuk disosialisasikan secara masif.

“Saya menilai alternatif pupuk seperti pupuk organik perlu untuk mendapat perhatian lebih serius dan perlu untuk mendapatkan subsidi ke depannya,” ujar Firdaus.

Dalam penguatan ketahanan pangan, ia mengatakan, pupuk perlu untuk disubsidi dalam jangka pendek dan petani pun difasilitasi akses kredit.

Baca juga: Polda Jatim Ringkus Mafia Pupuk dan Amankan 279,45 Ton Pupuk Subsidi, Mentan SYL Berikan Apresiasi

“Perlu adanya pengalihan anggaran subsidi pupuk ke instrumen lain, seperti subsidi harga pangan pokok, direct income dan mendukung subsistem agribisnis, irigasi pertanian, asuransi pertanian dan lain sebagainya,” katanya.

Untuk pemilihan pupuk, ia mengarahkan untuk menggunakan pupuk majemuk nitrogen, fosfar, dan kalium (NPK) sebagai jenis pupuk subsidi.

“Pemilihan pupuk ini dengan maksud untuk mengurangi ketergantungan petani pada pupuk anorganik, sehingga perlu dilakukan peremajaan tanah,” jelasnya.

Lebih lanjut, kata dia, pemerintah diharapkan lebih mendorong dan memfasilitasi upaya untuk memanfaatkan mikroorganisme sebagai alternatif penyedia unsur hara. Apalagi  mikroorganisme ini dapat membantu pengendalian organisme pengganggu tanaman dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan.

“Petani dapat diberdayakan untuk penyediaan alternatif tersebut. Upaya penerapan pertanian presisi juga perlu untuk diterapkan. Ini dilakukan dalam ekosistem yang dapat dibangun dengan skema closed loop,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com