Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menperin Ungkap Dampak Krisis Global bagi Industri Nasional

Kompas.com - 31/08/2022, 15:00 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, industri nasional tengah menghadapi tantangan global yang di antaranya bersumber dari dampak perang Rusia dan Ukraina.

Akibatnya terdapat dua persoalan utama yakni krisis pangan dan krisis energi.

“Terkait dengan krisis pangan, perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan munculnya tiga isu, yaitu pertama berkurangnya pasokan komoditi pangan seperti gandum dan minyak nabati,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam siaran resminya, Rabu (31/8/2022).

Baca juga: Menko Airlangga Sebut Indonesia Berkomitmen Capai Target Net Zero Emission pada 2060

Isu kedua adalah munculnya fenomena proteksionisme negara-negara di dunia untuk mengamankan stok pangan domestik. Contohnya India menghentikan ekspor gandum.

Ketiga, peningkatan konversi komoditas pangan menjadi bahan baku energi.

Ketiga isu tersebut mengakibatkan kenaikan index harga komoditi pangan global sebesar 32,5 persen secara tahunan berdasatkan laporan World Bank Juni 2022.

Dalam kaitan hal itu, Menperin menyampaikan bahwa pasokan bahan baku industri pangan dalam negeri akan terjamin.

“Ke depan, kami mengupayakan agar lebih banyak lagi bahan baku lokal yang dikembangkan seperti tepung singkong, porang, sorgum, sagu, ganyong, hanjeli, hotong, pisang, sukun, talas, ubi jalar, dan lainnya untuk diversifikasi produk olahan pangan,” ungkapnya.

Baca juga: KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Lobster Senilai Rp 30 Miliar

Sementara itu, krisis energi terjadi dengan harga energi terus mengalami kenaikan.

“Pemerintah sendiri saat ini tengah menggodok rencana penyesuaian harga BBM. Berdasarkan data yang kami miliki, pengeluaran IBS (industri besar dan sedang) untuk bahan bakar dan pelumas pada tahun 2019 mencapai Rp 58,7 triliun dan berperan sebesar 1,3 persen terhadap total biaya produksi,” kata Agus.

Bila menggunakan angka pada tahun 2019 tersebut untuk memproyeksi angka tahun 2021 dengan asumsi pertumbuhan sebesar 5 persen, maka pada tahun 2021 pengeluaran bahan bakar dan pelumas mencapai Rp 60 triliun dan berperan sebesar 1,4 persen.

“Dengan angka tersebut, saya berpendapat bahwa secara umum kenaikan harga Pertalite tidak berdampak siginifikan terhadap sektor industri manufaktur, tetapi tentu akan berdampak pada karyawan pengguna Pertalite,” imbuhnya.

Namun, sektor Industri akan mendapat dampak langsung yang signifikan jika biaya solar dinaikkan.

Baca juga: Subsidi Gaji Rp 600.000 Bakal Disalurkan pada September 2022

“Kenaikan harga solar tentunya akan meningkatkan variabel biaya logistik dan kenaikan harga produk dengan kenaikan harga sekitar 10-15 persen,” sebut Agus.

Untuk semakin meningkatkan daya saing industri dalam negeri, Kementerian Perindustrian tengah memperjuangkan perluasan penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri. Kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) dinilai telah terbukti mampu memperkuat resiliensi dan daya saing industri pengguna gas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com