Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skema "Power Wheeling" Transmisi PLN dalam RUU EBT Dinilai Kurang Tepat, Ini Alasannya

Kompas.com - 25/01/2023, 12:55 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Skema "power wheeling" dinilai kurang tepat jika masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).

Skema "power wheeling" adalah skema dimana produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi PLN.

Walaupun begitu, dalam naskah akhir RUU EBT yang dikirimkan pemerintah 29 November 2022 ke DPR, skema "power wheeling" tidak lagi tercantum dalam Daftar Investarisasi Masalah (DIM).

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara membeberkan sejumlah hal yang membuat skema "power wheeling" kurang tepat jika masuk pembahasan RUU EBT.

Ia menilai skema tersebut akan menimbulkan permasalahan baru pada sektor kelistrikan nasional. Apa saja permasalahan yang diprediksi akan timbul?

Baca juga: Pencabutan Skema Power Wheeling di RUU EBT Sudah Tepat, Ini Alasannya

Pertama, menyalahi konstitusi. Menurut Marwan, dalam turunan Pasal 33 UUD 1945 yang tertuang dalam UU No.39 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, penyedia listrik untuk kepentingan umum dilakukan oleh PLN, mulai dari pembangkitan, transmisi hingga distribusi.

Kedua, skema "power wheeling" dinilai akan merugikan negara sebab akan mengurangi kemampuan PLN untuk bertahan dari kondisi kelebihan pasokan listrik di Indonesia yang sangat besar dan tidak berimbang dengan konsumsi.

"Faktanya sarana itu (transmisi) dibangun dalam rangka menyalurkan listrik oleh PLN. Saat ini pasokan listrik PLN sangat berlebih, over supply di Jawa itu sekitar 50 sampai 60 persen dan ini akan berlangsung mungkin 3 atau 4 tahun ke depan. Kemudian di Sumatera juga sekitar itu 40 sampai 50 persen," papar Marwan melalui keterangannya, Rabu (25/1/2023).

Baca juga: RUU EBT Atur Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Ketiga, pemanfaatan jaringan PLN oleh IPP EBT melalui skema "power wheeling" juga akan menimbulkan masalah pada sisi konsumen, harga listrik pembangkit berbasis EBT yang dibangun swasta tentu akan lebih mahal, hal ini tentu akan dibebankan ke konsumen. Saat ini pun pemerintah belum memiliki pengaturan yang jelas terkait skema tarif yang akan diterapkan.

"Jangan sampai nanti dengan tarif transmisi numpang lewat infrastruktur PLN, kemudian tarif itu tidak jelas, tidak ada dasar perhitungan yang ilmiah dan objektif," tuturnya.

Keempat, jika swasta tetap membangun pembangkit berbasis EBT tentu akan menambah beban keuangan PLN, melihat kondisi berlebih pasokan listrik yang terjadi saat ini. Pasalnya, ada skema take or pay yang memaksa PLN membayar listrik yang tidak terpakai.

Kondisi ini pun akan meningkatkan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik, sehingga untuk meringankan beban tersebut berujung pada kenaikan tarif listrik atau menambah beban APBN.

untuk itu, IRESS dan sejumlah lembaga yang mengatasnamakan Warga Negara Indonesia mengirim petisi ke Komisi VIII DPR untuk mengawal agar skema "power wheeling" ini tak masuk RUU EBT yang tengah dibahas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com