Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Potensi Energi Nuklir untuk Mendorong Percepatan Impelentasi Energi Bersih

Kompas.com - 15/02/2023, 20:47 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama lebih dari 50 tahun terakhir, energi nuklir telah berperan sebagai sumber energi listrik di sejumlah negara di dunia. Tanpa kontribusi energi nuklir, emisi CO2 sepanjang 50 tahun terakhir dari negara-negara maju (dipimpin oleh Amerika dan Uni Eropa) diperkirakan akan 20 persen lebih besar.

Anhar RIza Antariksawan Senior Reasercher/ Reaserch Organization for Nuclear Energy (ORTN), sekaligus Reaserch and Innovation Agency (BRIN) mengatakan, saat ini ada sekitar 440 reactor nuklir di dunia yang memasok sekitar 10 persen dari kebutuhan energi listrik dunia.

“Indonesia berkomitmen terhadap perubahan iklim dan upaya untuk memitigasinya. Kalau kebijakan energi nasional yang saat ini ada, kita lihat Indonesia sudah merencanakan untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT), dimana termasuk juga energi nuklir,” ungka Anhar secara virtual, Rabu (15/2/2023).

Baca juga: PLTN Pertama Indonesia Ditargetkan Beroperasi pada 2049

Anhar mengatakan, peran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) selalu ada pro dan kontra. Padahal, eergi nuklir mempunyai potensi sangat luar biasa untuk berkontribusi signifikan dalam mengantar dunia menuju NZE. Namun, energi nuklir masih menghadapi banyak tantangan, baik dari sisi design, ekonomi, dan safety, maupun dari sisi sosial-politik.

“Peran PLTN selalu jadi pro dan kontra, tapi tidak semua PLTN juga tidak berbahaya. Semua teknologi memiliki unsur bahaya yang kalau diminimalisir pada tingkat yang diterima, tetap dapat dipertimbangkan, selama manfaatnya lebih besar,” ungkap dia.

Pada tahun 2021 kapasitas energi nuklir dunia semapt berkurang sebanyak hampir 3 GW, dan reaktor nuklir baru tidak dapat mengkompensasi kehilangan sebesar 8 GW akibat ditutupnya sejumlah reaktor. Kebanyakan shutdown ini terjadi di Jerman, AS, dan Inggris.

“Hingga tahun 2021, ada 444 reaktor yang beroperasi di sekitar 33 negara. Yang menarik, beberapa negara di Asia, dan Middle East sudah mulai menggunakan PLTN,” lanjutnya.

Baca juga: Pembangunan PLTN Opsi Terakhir Bagi Indonesia, Mengapa?


Berdasarkan study, jika melihat dari sisi keselamatannya, PLTN memiliki fatality per Terra Watt Hour sebanding dengan EBT lain, yakni 0,07 kematian. Meskipun perannya dibutuhkan untuk mendorong penerapan energi bersih, namun ada kendala dalam pembangunan PLTN, dimana waktu yang dibutuhkan cukup lama, serta investasi yang besar.

“Yang menjadi kendala adalah pembangunan PLTN lama, sehingga butuh investasi besar. Meskipun pada akhirnya harga listrik bisa menjadi kompetitif dengan PLTN, namun butuh 10-15 tahun perencanaan, belum dengan projeknya,” jelas dia.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com