Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penurunan Kuota DMO Minyak Goreng Dinilai Bisa Buka Peluang Peningkatan Ekspor

Kompas.com - 02/05/2023, 17:00 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perdagangan kembali menurunkan besaran target domestic market obligation (DMO) atau kewajiban pasok dalam negeri untuk program minyak goreng rakyat semula 450.000 ton per bulan menjadi 300.000 ton per bulan. Kebijakan ini sudah berlaku sejak 1 Mei 2023 kemarin.

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta menilai, penurunan kuota Domestic Market Obligation (DMO) untuk minyak goreng membuka peluang untuk peningkatan ekspor.

“Relaksasi DMO yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan perlu disambut baik, karena pemerintah telah menyesuaikan dengan kondisi saat ini,” ujar Krisna Gupta kepada Kompas.com, Selasa (2/5/2023).

Baca juga: DMO Minyak Goreng Turun Jadi 300.000 Per Bulan

Krisna menjelaskan, secara teori, DMO memang bisa menjaga suplai domestik untuk memastikan Indonesia sendiri tidak kekurangan minyak goreng. Namun, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) juga tidak efektif karena menghilangkan insentif pengusaha untuk menjual minyak goreng ke pasar dan membuat harga semakin susah untuk turun ke tingkat normal.

Meski demikian, situasi harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) saat ini cenderung stabil. Minyak goreng yang umumnya dikonsumsi di Indonesia dihasilkan dari CPO.

“Harga internasional sudah lama stabil di level yang familiar, bahkan dalam dua minggu belakangan ini mulai melemah. Di samping itu, kewajiban domestik sudah terpenuhi imbas permintaan yang tinggi di bulan puasa dan Lebaran kemarin,” tambahnya.

Baca juga: Per 1 Mei, DMO Minyak Goreng Jadi 300.000 Per Bulan

Dia menilai, kebijakan DMO sendiri menimbulkan dampak pada produk turunan minyak sawit lainnya, yang tidak berhubungan dengan minyak goreng (oleochemical), karena tidak semua jenis minyak sawit bisa dipakai untuk minyak goreng. Permendag 8/2022 memperluas DMO ke 60 HS. 

Kebijakan DMO juga mempersulit eksportir karena tidak semua eksportir memiliki spesialisasi untuk menyuplai pasar domestik, mereka juga belum tentu memahami rantai distribusi domestik. 

Produksi CPO di Indonesia sendiri terus menurun sejak tahun 2019. Pada 2021, produksi CPO menurun sebesar 0,9 persen dari tahun sebelumnya menjadi 46,89 juta ton, berdasarkan data GAPKI.

Baca juga: Jelang Ramadhan, Mendag Naikkan DMO Minyakita Jadi 450.000 Ton


Krisna menegaskan, akses terhadap pupuk terjangkau adalah kunci untuk memenuhi permintaan minyak sawit dunia yang diperkirakan akan terus meningkat. 

"Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi adalah tingginya harga pupuk, yang membuat petani sulit mengakses pupuk yang terjangkau. Harga pupuk berbahan baku nitrogen dan fosfat yang banyak digunakan oleh petani kelapa sawit meningkat 50-80 persen pada pertengahan 2021 karena adanya gangguan pada rantai pasok, serta kenaikan biaya angkut, permintaan dan harga bahan baku," jelas Krisna. 

Pupuk merupakan komponen utama dalam produksi kelapa sawit yang memakan 30-35 persen dari total biaya produksi, sehingga harga pupuk yang tinggi akan meningkatkan biaya produksi minyak sawit.

Petani swadaya yang tidak mampu membeli pupuk dengan harga tinggi akan mengurangi penggunaan pupuknya dan hal ini kemudian berpotensi besar menurunkan hasil panennya. “Pemerintah juga mulai perlu memikirkan peremajaan pohon-pohon yang mulai tidak produktif,” ungkap Krisna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com