Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbedaan Pegadaian Syariah dan Konvensional

Kompas.com - 20/05/2023, 16:36 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Apa perbedaan pegadaian syariah dan konvensional? Pertanyaan tersebut barangkali cukup sering ditanyakan mereka yang sering mengandalkan Pegadaian ketika membutuhkan dana darurat.

Sebagaimana diketahui, Pegadaian syariah mulai menjamur sejak beberapa tahun terakhir, tak cuma gadai yang disediakan BUMN PT Pegadaian, namun juga banyak ditawarkan lembaga-lembaga keuangan lainnya.

Terlebih, saat ini banyak orang yangb enggan meminjam uang dengan sistem berbunga-bunga karena dinilai riba yang dilarang dalam Islam. Selain riba, banyak orang muslim juga khawatir dengan ketidakjelasan (gharar) dalam transaksi pinjam-meminjam.

Namun demikian, mereka juga masih awam terkait perbedaan gadai syariah dan konvensional. Akibatnya, mereka yang pantang dengan prinsip bunga, bingung mau meminjam uang di Pegadaian konvensional atau dengan syariah.

Baca juga: Ini Jenis-jenis Pinjaman dan Bunga di Pegadaian Terbaru

Perbedaan Pegadaian syariah dan konvensional

Secara mendasar, perbedaan Pegadaian syariah dan konvensional adalah pada akadnya. Kebanyakan, dasar hukum pegadaian syariah adalah menggunakan akad Mu'nah rahn.

Ditinjau dari banyak produk pinjaman Pegadaian syariah sebagaimana dilihat dikutip dari laman resmi Pegadaian, akad yang paling sering digunakan adalah akad mu'nah.

Mu’nah dalam akad Pegadaian syariah yaitu biaya pemeliharaan gadai (rahn) yang dihitung sesuai dengan persentase tertentu dari taksiran nilai atau harga barang jaminan gadai (marhun).

Sementara Pegadaian konvensional mengambil keuntungan dari bunga dari pinjaman sesuai dengan hitungan persentase yang ditentukan dan disepakati. Bunga inilah yang dianggap riba dan haram hukumnya.

Baca juga: Cara Investasi Emas di Pegadaian dan Untung Ruginya

Dalam Bahasa Arab, rahn berarti ketetapan atau kekekalan. Rahn juga bisa diterjemahkan sebagai barang agunan alias jaminan (barang yang digadaikan). Istilah lainnya dari rahn adalah al-hasbu.

Sementara dalam prinsip syariah yang digunakan dalam akad Pegadaian Syariah, ar-rahn yaitu menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.

Prinsip syariah mu'nah ini juga legal dan banyak diterapkan pada lembaga-lembaga keuangan lainnya yang berbasis syariah di Indonesia serta diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.

Dari mana keuntungan Pegadaian syariah?

Karena Pegadaian syariah tidak mengambil keuntungan dari bunga, maka keuntungannya berasal dari rahn atau biaya pemeliharaan. Dalam istilah yang mudah dipahami masyarakat, rahn bisa saja diartikan sebagai biaya administrasi.

Pihak yang menerima atau menahan jaminan, bisa memungut sesuatu (biaya) kepada peminjam yang dalam akad digunakan sebagai biaya penitipan atau biaya pemeliharaan sesuai kesepakatan bersama.

Baca juga: Mengenal Investasi Tabungan Emas Pegadaian dan Untung Ruginya

Dikutip dari makalah berjudul Gadai Syariah dalam Perspektif Ekonomi Islam dan Fiqih Muamalah karya Mardanis, disebutkan berdasarkan hukum Islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibannya dan semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan jaminan.

Barang jaminan itu baru boleh dijual/dihargai apabila dalam waktu yang disetujui kedua belah pihak, utang tidak dapat dilunasi oleh pihak yang berutang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com