Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Perusahaan Amerika Serikat di Wall Street Terus Turun, Mengapa?

Kompas.com - 12/06/2023, 08:07 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNN

NEW YORK, KOMPAS.com - Jumlah perusahaan publik Amerika Serikat yang diperdagangkan di bursa saham New York semakin menyusut. Bahkan dibandingkan tahun 1996, jumlah perusahaan yang listing di Wall street tidak sampai separuhnya.

Berdasarkan data dari Center for Research in Security Prices (CRSP), perusahaan AS di Wall Street tinggal 3.700 entitas, turun lebih dari 50 persen dibandingkan 1996, yang mencapai 8.000 perusahaan.

Menurut Matthew Kennedy, Kepala Data dan Konten di Renaissance Capital, hal tersebut bukan karena perusahaan AS yang berkurang, tetapi banyak perusahaan yang memilih tetap menjadi perusahaan pribadi untuk tetap berada di luar pengawasan publik.

Baca juga: Daftar Saham yang Cuan dan Boncos dalam Sepekan

Perusahaan publik harus tunduk pada persyararatan pengawasan dan keterbukaan informasi untuk menjaga kepercayaan investor. Dengan lebih sedikit perusahaan yang terdaftar, mungkin ada penurunan transparansi dan kepercayaan investor secara keseluruhan di pasar saham," sebut Kennedy dikutip dari CNN, Senin (12/6/2023).

Sebagai gambaran kurangnya persaingan di pasar, saham Apple (AAPL) dan Microsoft (MSFT) memiliki sekitar 15 persen dari seluruh kapitalisasi di S&P 500.

Hingga pekan lalu misalnya, indeks S&P 500 berhasil naik 20 persen dari posisi terendahnya di bulan Oktober 2022. Namun begitu, indeks saham yang terdiri dari 500 perusahaan terbesar di AS itu hanya digerakkan oleh segelintir perusahaan teknologi dan AI.

Saham dan kapitalisasi perusahaan besar melonjak tinggi. Sedangkan di sisi lain, perusahaan siklis dan lebih kecil tertatih-tatih.

Kekuatan seperti itu, membuat beberapa perusahaan dapat mengarahkan pasar saham. Susutnya jumlah perusahaan publik di bursa AS menjadi tren aneh yang muncul di lanskap keuangan Amerika Serikat.

Penyebab

Para ekonom menyebutkan, resesi yang dipicu pandemi 2020 berserta siklus selanjutnya dari tingkat inflasi yang tinggi memperburuk tren penurunan perusahaan publik ini.

Kekhwatiran akan pelemahan ekonomi dan gejolak pasar membuat penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) perusahaan di AS melambat.

Pada 2022, pasar IPO AS turun 94,8 persen menjadi 8 miliar dollar AS. Ini adalah level terendah dalam 32 tahun terakhir.

Tren penurunan itu ditambah dengan total kapitalisasi saham baru yang turun 60 persen secara tahunan pada kuartal I-2023.

"Saya pikir wajar jika perusahaan menunda go public ketika valuasi dibelah dua dan investor tidak antusias untuk berinvestasi di perusahaan baru," ujar Kennedy.

Apalagi, AS juga dilanda beberapa kebangkrutan perusahaan publik seperti Bed Bath and Beypnd dan Party City.

Sementara Kepala ekonomi dan mitra di Apollo Global Management Torsten Slok mengatakan, kondisi tersebut membuat perusahaan tidak tertarik untuk melantai di bursa.

"Dengan inflasi yang tetap tinggi, biaya modal juga akan tetap tinggi. Hal ini akan menekan teknologi, pertumbuhan, dan modal ventura," kata dia.

Menurut Wells Fargo,  pada 1999, rata-rata perusahaan teknologi AS bertransisi menjadi perusahaan terbuka setelah 4 tahun. Namun pada 2019, naik menjadi 11 tahun.

“Perusahaan yang tetap tertutup dapat fokus pada rencana strategis jangka panjang dan menghindarkan perusahaan dari beban dan biaya akibat persyaratan peraturan,” tulis perusahaan keuangan AS itu.

Baca juga: Menanti Data Inflasi dan Suku Bunga The Fed, Wall Street Berakhir Hijau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Earn Smart
KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com