Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mungkinkah di Pusat Kota Dibangun Hunian untuk Warga Berpenghasilan Rendah?

Kompas.com - 12/07/2023, 11:51 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebutuhan masyarakat terhadap hunian terus meningkat. Hal ini tercermin dari defisit (backlog) perumahan yang mencapai 12,71 juta per 2021, dan bertambah 600.000-800.000 rumah tangga baru setiap tahunnya.

Sementara dari sisi lokasi, ketersediaan hunian juga diharapkan bisa ada di wilayah perkotaan. Hal ini untuk memudahkan mobilitas ke lokasi bekerja, sebab menjadi lebih hemat waktu dan tenaga.

Lalu apakah memungkinkan adanya hunian di perkotaan dengan harga terjangkau untuk masyarakat berpenghasilan rendah?

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip mengatakan, saat ini konsep hunian yang banyak diusung di wilayah perkotaan adalah kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD).

Baca juga: Soal Harga Rumah Subsidi, PUPR: Kami Agak Sedikit Terlambat Menyesuaikan

Konsep itu menghubungkan hunian dengan transporstasi massal. Adapun umumnya di wilayah perkotaan, hunian tersebut berbentuk vertikal.

Ia menuturkan, konsep hunian TOD memang menarik sebab mengatasi persoalan minimnya lahan di perkotaan. Sayangnya, hal ini sulit diterapkan untuk hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menurut Sunarsip, lokasi yang strategis membuat lahan di perkotaan menjadi lebih mahal. Terlebih, lahan-lahan itu umumnya dimiliki pihak swasta yang tentu dalam bisnisnya berfokus untuk mendapatkan keuntungan.

"Rumah TOD itu menarik, tetapi ujungnya menjadi tidak affordable (terjangkau) buat MBR, karena lokasinya yang dinilai strategis maka harganya menjadi lebih mahal," ungkapnya dalam dalam Webinar Prospek dan Tantangan Pembiayaan Perumahan Rakyat, Selasa (11/7/2023).

Ia menilai, hunian perkotaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah hanya memungkinkan tersedia, jika lahan tersebut dimiliki pemerintah dan kontraktornya merupakan perusahaan milik pemerintah, baik itu BUMN maupun BUMD.

Lantaran, jika pemilik lahan dan pengembangnya merupakan pihak swasta, tentu akan mengacu pada harga keekonomian hunian di perkotaan.

Baca juga: Backlog Perumahan Masih Tinggi, Hunian TOD Makin Dibutuhkan

"Seperti umumnya TOD di Jakarta, itu lahannya bukan milik pemerintah, tapi swasta. Swasta pastinya menghendaki return (keuntungan) yang tinggi," imbuh Sunarsip.

Dia menyebutkan, salah satu konsep TOD untuk hunian masyarakat berpenghasilan rendah di sekitar perkotaan yang berhasil diterapkan yakni di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Hunian berbentuk rumah susun (rusun) tersebut digarap oleh tiga BUMN, terdiri dari Perum Perumnas, PT Kerata Api Indonesia (Persero), serta PT Adhi Karya (Persero).

Oleh sebab itu, kata dia, hunian TOD bagi masyarakat berpenghasilan rendah hanya memungkinkan jika melibatkan peran pemerintah. Sebaliknya, jika aset dimiliki swasta maka yang dihasilkan TOD untuk komersialisasi.

"Jadi akan efektif kalau lokasi lahan TOD itu milik pemrintah, dikerjakan kontraktor pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, kalau swasta agak sulit direapkan konsep TOD," pungkasnya.

Baca juga: Jokowi Resmikan Hunian Milenial di Depok, Tipe Subsidi Sold Out

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com