Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibayangi Rilis Data Tenaga Kerja, Wall Street Ditutup Menguat

Kompas.com - 05/10/2023, 07:40 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


NEW YORK, KOMPAS.com - Bursa saham AS atau Wall Street berakhir di zona hijau pada penutupan perdagangan Rabu (3/10/2023) waktu setempat. Pergerakan saham di bursa AS dibayangi oleh sentimen rilis data tenaga kerja dan imbal hasil Treasury AS.

Dow Jones Industrial Average (DJIA) bertambah 100 poin dan menghentikan penurunan beruntun 3 hari karena imbal hasil Treasury AS turun dari posisi tertinggi selama 16 tahun.

Indeks yang berisi 30 saham tersebut naik 127,17 poin, atau 0,39 persen, dan ditutup pada level 33.129,55. Sementara itu, S&P 500 bertambah 0,81 persen dan ditutup pada 4.263,75. Sedangkan Nasdaq Komposit menguat 1,35 persen pada level 13.236,01.

Sektor konsumen AS yang ada di S&P 500 merupakan sektor dengan kinerja terbaik dan mengalami kenaikan sekitar 2 persen. Tesla dan Norwegian Cruise Line juga memimpin kenaikan sektor ini, masing-masing melonjak 5,9 persen dan 3,8 persen.

Baca juga: Rupiah dan IHSG Berakhir di Zona Merah

Sektor energi menjadi sektor berkinerja terburuk di Wall Street pada hari Rabu karena harga minyak mentah mengalami penurunan terbesar sejak September 2022. Devon Energy dan Marathon Oil masing-masing turun sekitar 5 persen, sedangkan SLB dan Halliburton keduanya turun lebih dari 4 persen.

Pergerakan saham di Wall Street pada hari Rabu ini mengikuti rilis data pekerjaan baru. ADP mencatat 89.000 daftar gaji swasta mengalami penambahan bulan lalu. Angka tersebut jauh di bawah perkiraan Dow Jones sebesar 160.000 dan kurang dari revisi sebelumnya, dengan kenaikan sebesar 180.000 pada bulan Agustus.

Imbal hasil Treasury AS pada hari Rabu turun dari tingkat tertinggi pada 2007. Imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun terakhir diperdagangkan pada posisi 4,7 persen.

Baca juga: Perbankan Sambut Positif Update Insentif Likuiditas Pembiayaan

Di sisi lain, kekhawatiran suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan potensi resesi dan mendorong suku bunga hipotek mendekati 8 persen. Akibatnya, permintaan hipotek turun ke level terendah sejak 1996.

“Pasar terseret oleh suku bunga,” kata Managing Partner Harris Financial Group, Jamie Cox.

“Kami melihat perbedaan–perbedaan besar antara pendapatan tetap dan ekuitas,” tambahnya.

Investor tetap gelisah dan menantikan rilis data nonfarm payrolls bulan September pada hari Jumat untuk mendapatkan indikasi lebih lanjut mengenai kekuatan pasar tenaga kerja.

Investment strategy analyst at Baird, Mayfield menilai, pasar tenaga kerja masih kuat dan imbal hasil obligasi bergerak lebih tinggi. Imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun dan 30 tahun mencapai level tertinggi sejak 2007.

“Sulit mendapatkan partisipasi yang lebih luas sampai suku bunga diturunkan. Partisipasi yang lebih luas mungkin terjadi jika suku bunga diturunkan tanpa adanya krisis keuangan atau resesi,” kata Mayfield.

“Ketika suku bunga tinggi, semakin ada batasan. Ini mungkin mengurangi kemungkinan terjadinya soft landing pada tahun 2024,” jelas Mayfield.

Baca juga: Jokowi Buka Opsi Impor Beras 1 Juta Ton dari China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com