BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan HSBC

HSBC Summit 2023 Beberkan 3 Fondasi Utama Bangun Resiliensi Ekonomi Menuju Indonesia Emas

Kompas.com - 12/10/2023, 14:37 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia memiliki visi ambisius “Indonesia Emas 2045”. Melalui visi ini, pemerintah berambisi menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2045.

Pada HSBC Summit 2023, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mewakili Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa pemerintah menjadikan visi Indonesia Emas 2045 sebagai pilar utama dalam upaya mencapai keberlanjutan ekonomi yang kuat.

Pemerintah menargetkan pencapaian Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hingga 9,8 triliun dollar Amerika Serikat (AS) pada 2045. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi salah satu dari lima negara dengan PDB teratas di dunia.

“PDB per kapita diharapkan mencapai 30.300 dollar AS (Rp 453 juta) pada 2045. Upaya ini sekaligus menandakan komitmen pemerintah untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi setiap warga negara,” ujar Airlangga di The St. Regis Jakarta, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (10/10/2023).

Daya tarik Indonesia

Chief Asia Economist dan Co-head Global Research Asia HSBC Global Research Frederic Neumann mengatakan, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan sinyal positif dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Neumann pun membeberkan sejumlah faktor yang menjadi penopang pertumbuhan tersebut, yakni penanaman modal asing (PMA), peningkatan daya saing pengupahan di kawasan Asia Tenggara, peningkatan populasi usia produktif, serta lonjakan kelas menengah.

Baca juga: HSBC Indonesia Gelontorkan Kredit Hijau Rp 307 Miliar ke Indo-Rama

“Indonesia punya keuntungan karena memiliki jumlah angkatan kerja yang besar. Hal ini menjadi daya tarik bisnis untuk melakukan ekspansi. Kelas menengah dengan kekayaan melebihi 250.000 dollar AS juga tumbuh. Hal ini menjadi basis konsumen yang solid untuk bisnis dalam negeri dan internasional,” papar Neumann.

Dari segi PMA, investasi dari China tercatat mengalami peningkatan di ASEAN, termasuk Indonesia. Hal ini didasari oleh peningkatan daya saing pengupahan di kawasan ASEAN sehingga menambah daya tarik investor.

Alhasil, realisasi PMA mengalami pertumbuhan, khususnya di sektor logam dan peralatan, sekalipun terdapat tantangan seperti penurunan surplus neraca perdagangan.

“Sebagai pasar terbesar di ASEAN, pasar domestik Indonesia diprediksi tumbuh 50 basis poin (bp) menjadi 5,8 persen pada 2028 seiring peningkatan posisi Indonesia dalam mata rantai industri logam dunia,” paparnya.

Indonesia, lanjut Neumann, memiliki berbagai potensi yang menjadi daya tarik di mata investor. Pertama, potensi sumber daya alam (SDA). Pemerintah dapat memaksimalkan SDA untuk menarik investasi. Tak hanya untuk mengekstraksi SDA, tapi juga mengolahnya.

Kedua, Indonesia memiliki pasar domestik besar dengan 280 juta konsumen. Potensi ini mendorong investor untuk berinvestasi pada pasar dalam negeri.

Jaga momentum pertumbuhan

Indonesia perlu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi untuk dapat mewujudkan. Karena itu, realisasi PMA perlu dijaga, bahkan terus didorong tumbuh. Indonesia juga perlu memaksimalkan peluang pada digitalisasi sembari mengembangkan ekonomi rendah karbon.

Presiden Direktur HSBC Indonesia Francois de Maricourt memuji langkah pemerintah Indonesia dalam menjaga iklim positif investasi. Sejumlah kebijakan pemerintah, seperti penyederhanaan regulasi untuk mengurangi hambatan birokrasi bagi investor asing, terbukti mendorong realisasi PMA.

Hal itu terlihat dari realisasi PMA Indonesia yang tercatat tumbuh 43 miliar dollar AS pada 2022. Angka ini tumbuh 12 miliar dollar AS dari realisasi PMA pada 2021. Adapun sektor yang menjadi penyumbang PMA terbesar pada 2022 adalah pertambangan dan pengolahan mineral dengan nilai 16 miliar dollar AS.

Presiden Direktur HSBC Indonesia Francois de Maricourt saat memberikan pemaparan kepada awak media. KOMPAS.COM/YOGARTA AWAWA PRABANING ARKA. Presiden Direktur HSBC Indonesia Francois de Maricourt saat memberikan pemaparan kepada awak media.

“Peningkatan aliran PMA ke Tanah Air menunjukkan bahwa Indonesia semakin menarik di mata investor global. Hal yang menggembirakan adalah aliran PMA masuk ke sektor-sektor yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia,” kata Francois.

HSBC sendiri mencatat dua tren penting dalam realisasi PMA Indonesia. Pertama, posisi Indonesia, pelan tapi pasti, mengalami peningkatan dalam pangsa pasar PMA global. Kedua, PMA yang masuk ke Indonesia mengalir ke sektor yang memberikan nilai tambah.

Terkait ekonomi hijau, Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat dengan meluncurkan seperangkat regulasi. Untuk diketahui, pencapaian target tersebut membutuhkan investasi sebesar 8 miliar dollar AS tiap tahun pada sektor energi terbarukan hingga 2030, sebagaimana dilaporkan International Energy Agency.

Baca juga: HSBC Sebut Ada Pertumbuhan Permintaan Kredit di Tengah Tahun Ini

Sebagai komitmen pemerintah Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meluncurkan Pasar Karbon Indonesia dengan potensi perdagangan mencapai 20 miliar dollar AS. Pasar karbon ini dinilai dapat membuka potensi perekonomian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Di samping pasar karbon, Francois juga mengapresiasi komitmen pemerintah dalam menggenjot sektor kendaraan elektrifikasi (EV) guna mencapai target NZE.

“Elektrifikasi sektor mobilitas merupakan langkah penting (dalam pencapaian NZE). Hal ini menambah daya tarik sektor EV di Indonesia, terlebih Indonesia memiliki sumber daya melimpah,” paparnya.

Ia pun mencatat bahwa dukungan pemerintah pada sektor EV, ditambah posisi Indonesia sebagai produsen material baterai EV, memberikan peluang menarik bagi PMA.

Francois menilai, pertumbuhan sektor ekonomi hijau di Indonesia sangat pesat dan menciptakan peluang yang luas di berbagai sektor industri, mulai dari hilirisasi nikel hingga baterai listrik.

Menurutnya, implementasi ekonomi hijau di bidang hilirisasi nikel mampu membuat pengusaha tidak lagi hanya mengekspor bijih nikel, tapi juga mampu mengembangkan produk yang jauh lebih maju.

Baca juga: HSBC Sebut Ada Pertumbuhan Permintaan Kredit di Tengah Tahun Ini

Selain itu, pengembangan baterai listrik di Indonesia juga telah mendorong investor untuk menginvestasikan uang dalam jumlah besar di Indonesia.

“Saya berharap, pengembangan EV, baik roda 2 maupun roda 4, dapat menjadi bagian penting dalam perekonomian Indonesia,” ujarnya.

Sebagai lembaga keuangan terkemuka, kata Francois, HSBC memiliki peran penting dalam menghubungkan investor untuk menciptakan peluang di sektor ekonomi hijau serta mendukung perusahaan dalam negeri untuk mengadopsi standar keberlanjutan berskala internasional.

HSBC siap membantu pemerintah dan perusahaan untuk mengikuti praktik bisnis berkelanjutan berstandar internasional. Berkat jaringan yang kuat, HSBC selalu membantu perusahaan global yang ingin berinvestasi di Indonesia.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com