JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyinggung Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang "mempreteli" Badan Urusan Logistik (Bulog) pada krisis moneter 1998.
Awalnya, Prabowo menjelaskan, Bulog telah berjalan baik pada era pemerintahan Presiden Soeharto, pada saat itu Bulog dapat bertindak sebagai stabilisator harga pangan di level petani dan konsumen.
"Pengelolaan yang sudah baik di zaman Pak Harto, kenapa dibongkar, yang benar waktu itu Bulog melaksanakan suatu operasi pengendalian," ujar dia dalam acara Dialog Capres Bersama Kadin, Jumat (12/1/2024).
Baca juga: Bos Bulog Pastikan Bantuan Pangan Beras Tidak Dipolitisasi
Akan tetapi, kewenangan Bulog untuk melakukan stabilisasi harga dinilai dipangkas oleh IMF lewat salah satu persyaratan penjanjian kredit yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI) antara IMF dan pemerintah.
"Waktu itu kita menyerah kepada IMF. Kita percaya bahwa mereka cinta sama kita, padahal tidak ada dalam hubungan antarnegara tidak ada rasa cinta," tuturnya.
Menteri Pertahanan itu bilang, dirinya tidak membenci Barat. Bahkan, Prabowo mengaku mencintai pihak Barat.
"Masalahnya kadang-kadang Barat tidak cinta sama kita," katanya.
Baca juga: Terusan Suez Lumpuh, Bos Bulog Pastikan Impor Kedelai dan Beras Tak Terganggu
Oleh karenanya, ia berencana untuk melanjutkan sistem perekonomian yang dianut Indonesia saat ini, yakni ekonomi Pancasila.
Lewat paham tersebut, pemerintah tetap membuka pasar, sebagaimana paham liberal, tetapi juga memperhatikan dan menyiapkan jaring keamanan sosial, sebagaimana paham sosialisme.