Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Usaha Ajukan Judicial Review Pajak Hiburan, Mendagri: Enggak Apa-apa...

Kompas.com - 30/01/2024, 05:09 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku usaha mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan pajak hiburan atau pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, pihaknya terbuka kepada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan aturan PBJT tersebut.

"Enggak apa-apa itu kan hak. Kita justru silahkan, bagusnya begitu bagusnya ada yang enggak puas diminta aja judicial review ke mahkamah konstitusi," ujarnya saat ditemui di Gedung Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (29/1/2024).

Baca juga: Mengurai Polemik Kenaikan Pajak Hiburan

Justru sebut Mendagri, dengan adanya pengajuan judicial review ini akan membuka kesempatan bagi pemerintah untuk merevisi atau mengganti UU HKPD.

"Nanti kita akan mengganti karena yang membuat UU kan pemerintah dan DPR. Kita dorong JR (judicial review)," ucapnya.

Sebagai informasi, pelaku usaha yang keberatan dengan kebijakan tarif pajak hiburan di UU HKPD telah mengajukan uji materi ke MK.

Dilansir dari Harian Kompas, pengajunya adalah Ketua Umum Perhimpunan Husada Tirta Indonesia yang dahulu bernama Asosiasi Spa Indonesia (Aspi) Margaretha Maria serta Ketua Umum Perkumpulan Asosiasi Spa Terapis Indonesia Mohammad Asyhadi. Berkas pengajuan gugatan itu diterima Jumat (5/1/2024) dengan nomor 10/PUU/PAN.MK/AP3/01/2024.

Pemohon merasa dirugikan dan terbebani oleh kebijakan itu karena wajib membayar PBJT berkategori seni dan hiburan yang disamakan dengan diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar sebesar 40-75 persen

Selain itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan akan mengajukan judicial review terkait ketetapan pajak hiburan yang kini memiliki kisaran 40-75 persen.

Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Keanggotaan Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI Yuno Abeta Lahay mengatakan, pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) ini, karena banyak tempat hiburan yang melekat pada hotel dan restoran.

"Kami sedang melakukan langkah hukum judicial review dan dalam waktu dekat diajukan meski beberapa daerah telah mengeluarkan perda, dan kemarin telah ada diskusi dengan Kemenparekraf, tapi ini kami rasa kurang tepat, harusnya dilibatkan juga Kemenkeu dan Kemendagri," kata Yuno, di Bandung, dikutip dari Antara, Kamis (18/1/2024).

Adapun isi judicial review tersebut, kata Yuno, berbeda dengan gugatan yang dilayangkan Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI), dengan PHRI meminta pasal yang menetapkan besaran pajak 40 sampai 75 persen dihapuskan.

"Karena pasal sebelumnya sudah ada yaitu 10 persen, jadi kami minta dikembalikan ke sana saja," ujarnya pula.

Baca juga: Terima Aduan Pengusaha soal Pajak Hiburan, Luhut: Kasian, akan Berdampak pada 20 Juta Lapangan Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com