Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Udin Suchaini
ASN di Badan Pusat Statistik

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Antisipasi Kecolongan Harga Beras

Kompas.com - 06/02/2024, 06:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH kecolongan berkali-kali dengan meroketnya harga beras yang belum berhenti hingga kini. Kenaikannya pun melewati peningkatan tertinggi sejak Februari 2018.

Meski pemerintah telah berupaya mengendalikan perkembangan harga secara mingguan sejak akhir 2022, yang dipimpin menteri dalam negeri, sayangnya harga beras tetap melambung tinggi.

Kondisi Januari 2023, kanaikan harga beras 16,24 persen dalam setahun terakhir, bahkan di penggilingan sudah meroket 21,78 persen.

Kenaikannya terjadi di 28 provinsi, terutama di Pulau Jawa dan Bali Nusra sebagai lumbungnya padi.

Hasil rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Februari lalu, patut dievaluasi karena kenaikan harga beras terjadi berulangkali dan seakan tak ada yang mampu menjadi pengendali.

Kenaikan harga beras tahun 2023 hingga saat ini merupakan potensi dampak lanjutan dari berkurangnya supply beras karena El-Nino yang tidak terantisipasi.

Bahkan BMKG dan beberapa badan klimatologi dunia memprediksi El-Nino akan terjadi dengan kategori moderat dan terus bertahan setidaknya hingga April 2024. Kejadian seperti ini memang di luar kendali, namun bukan berarti tidak bisa diprediksi.

Menurut informasi dari BMKG, prakiraan curah hujan dasarian I-III Februari 2024, sebagian besar curah hujan masih menengah dan rendah. Hanya sebagian kecil wilayah mengalami curah hujan tinggi dan sangat tinggi.

Dengan prediksi ini, pemerintah dapat mempersiapkan diri mengamankan panen raya yang akan terjadi pada Maret-April mendatang.

Hal ini menandai langkah awal pengendalian harga langsung dari desa kantong petanian. Namun, pengendalian harga berdampak pada dua sisi, yaitu menurunkan harga di tingkat konsumsi atau mempertahankan harga gabah tinggi untuk menjaga kesejahteraan petani.

Karena, kedua pertimbangan tersebut akan memengaruhi kebijakan lanjutan dari setiap level transmisi beras, baik di penggilingan, grosir, hingga eceran.

Transmisi harga

Pengendalian harga beras perlu dilakukan di tingkat tertentu sesuai gejolak yang terjadi. Perubahan harga beras sangat tergantung dari harga gabah di tingkat petani, harga tingkat penggilingan, harga di tingkat grosir, baru di harga eceran.

Di tingkat petani, berkurangnya produksi padi akibat penurunan luas panen dan El Nino, berdampak pada kenaikan harga gabah di tingkat petani.

Sepanjang Januari 2024, BPS mencatat 1.322 transaksi penjualan gabah di 25 provinsi. Hasil yang dirilis BPS awal Februari, menunjukkan kenaikan tertinggi Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 24,52 persen dalam setahun dibanding Gabah Kering Panen (GKP) yang naik sebesar 18,64 persen.

Selanjutnya, dari 997 observasi beras di penggilingan di 816 perusahaan penggilingan pada 31 provinsi, GKG mengalami kenaikan 24,07 persen, sementara GKP masing-masing naik sebesar 18,36 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com