JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja ekspor Indonesia pada awal tahun 2024 berpotensi menemui sejumlah kendala.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, salah satu yang menjadi tantangan pertumbuhan volume dan nilai ekspor pada awal tahun ini adalah kinerja perekonomian negara mitra dagang utama.
“Seperti China dan Amerika Serikat (AS), ada potensi mengalami perlambatan pertumbuhan pada kuartal I 2024, sehingga pun akan mengurangi potensi ekspor Indonesia,” terang Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (11/2/2024).
Baca juga: Kemenperin: Ekspor Alat Kesehatan 2023 Capai Rp 3,2 Triliun
Ekonomi China pada tiga bulan pertama tahun ini diyakini akan tumbuh di kisaran 4,2 persen secara tahunan atau year on year (yoy), atau melambat dari 5,2 persen (yoy) pada kuartal IV 2023.
Pun pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I 2024 diperkirakan hanya menyentuh 2 persen (yoy), alias melambat dari capaian 3,3 persen (yoy) pada tiga bulan terakhir tahun lalu.
Dengan perlambatan perekonomian negara mitra dagang, maka Josua meyakini permintaan dari negara-negara tersebut terhadap barang ekspor Indonesia, akan berkurang.
Selain itu, harga komoditas juga masih menjadi soal. Komoditas andalan Indonesia seperti batubara mengalami penurunan harga.
Baca juga: Ekspor Pasir Laut Dinilai Bisa Rusak Lingkungan hingga Sebabkan Konflik Sosial
Secara tahun berjalan atau year to date (ytd), Josua melihat harga batubara menurun 17 persen (ytd). Sedangkan harga minyak sawit mentah (CPO) naik 6 persen (ytd) dan harga minyak naik 7 persen. Tak terlalu tinggi.
Tantangan nilai ekspor tersebut juga akan membawa potensi penyusutan surplus neraca perdagangan Indonesia.