Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dollar AS Menguat, Harga Emas Dunia Tetap Bertahan di Atas 2.000 Dollar AS

Kompas.com - 23/02/2024, 09:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

NEW YORK, KOMPAS.com - Harga emas dunia turun tipis tetapi tetap bertahan di atas level 2.000 dollar AS per ons pada akhir perdagangan Kamis (22/2/2024) waktu setempat atau Jumat (23/2/2024) pagi WIB.

Pergerakan harga emas tersebut dipengaruhi menguatnya dollar AS setelah data klaim pengangguran menunjukkan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang kuta.

Dikutip dari Nasdaq, harga emas di pasar spot turun tipis 0,1 persen menjadi sebesar 2.024,01 dollar AS per ons, setelah mencapai level tertinggi 2.034,69 dollar AS per ons di 9 Februari 2024.

Sementara harga emas berjangka Comex New York Exchange turun tipis 0,2 persen ke level 2.030,7 dollar AS per ons.

Baca juga: Harga Emas Dunia Turun ke Level Terendah dalam Sebulan

President of world markets di EverBank, Chris Gaffney mengatakan, jika data ekonomi AS lainnya menunjukkan penguatan dan inflasi tidak mereda, maka lebih berpotensi mengalami penurunan ketimbang penguatan dalam jangka pendek.

"Kami melihat emas tetap berada pada level tersebut, dan terdapat lebih banyak risiko penurunan terhadap emas dalam jangka pendek dibandingkan kenaikannya," ujarnya.

Dollar AS naik 0,1 persen, setelah data menunjukkan jumlah orang AAS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun secara tak terduga pada pekan lalu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja kemungkinan besar tetap solid pada Februari 2024.

Penguatan dollar AS itu pun membuat harga emas menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga mengurangi minat pada emas.

Baca juga: Lindungi Pengguna, Exchange Kripto Bitget Pupuk Dana Perlindungan 442 Juta Dollar AS

Kini investor tengah menunggu data ekonomi AS lebih lanjut sebagai panduan mengenai arah kebijakan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).

Menurut risalah pertemuan The Fed 30-31 Januari 2024, sebagian besar pengambil kebijakan The Fed khawatir mengenai risiko penurunan suku bunga terlalu cepat. Hal ini mengurangi harapan pasar terkait potensi penurunan suku bunga lebih awal.

"Data inflasi bulan Januari, dengan harga konsumen naik lebih cepat dari yang diperkirakan, memperumit keputusan suku bunga Fed yang akan datang," ujar Presiden Fed Richmond, Thomas Barkin.

Baca juga: Begini Cara Memulai Investasi Emas dengan Modal Rp 100.000


Pasar kini memperkirakan peluang sebesar 66 persen untuk kemungkinan The Fed mulai melakukan kebijakan penurunan suku bunga pada Juni 2024, menurut alat CME FedWatch.

Untuk diketahui, kebijakan suku bunga The Fed memang sangat mempengaruhi pergerakan harga emas.

Ketika suku bunga bertahan tinggi atau bahkan naik, maka emas yang tidak memberikan imbal hasil menjadi tak menarik bagi investor, berbeda dari obligasi dan saham yang memang memberikan imbal hasil.

Sebaliknya, ketika suku bunga tidak naik atau bahkan melemah, maka imbal hasil pada instrumen investasi lainnya ikut menurun, sehingga emas akan menjadi lebih menarik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com