Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kadir Ruslan
Analis Data di BPS, Pengajar di Politeknik Statistika STIS

Bekerja sebagai analis data sosial-ekonomi di Badan Pusat Statistik

Apakah Harga Beras Tinggi Menguntungkan Petani?

Kompas.com - 23/02/2024, 15:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARGA beras yang terus mencatatkan rekor tertinggi dalam beberapa hari terakhir, belum tentu menguntungkan semua petani padi.

Dalam proporsi cukup besar, sebagian petani padi merupakan konsumen neto beras (net consumers) yang masih harus membeli beras dengan harga pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Produksi padi yang dihasilkan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras mereka.

Hasil perhitungan Basri & Patunru (2009) menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) memperlihatkan bahwa pada 2004 sekitar 6,2 persen rumah tangga di Indonesia merupakan petani padi sekaligus konsumen neto beras.

Sementara itu, pada saat sama sekitar 24,6 persen rumah tangga di Indonesia merupakan petani padi. Itu artinya, sekitar seperempat rumah tangga petani padi di Indonesia juga merupakan konsumen neto beras.

Dengan mencermati perkembangan yang dipotret melalui hasil Sensus Pertanian dalam dua dekade terakhir, besar kemungkinan proporsi petani padi yang juga konsumen neto beras lebih besar lagi untuk kondisi saat ini.

Mudah diduga, petani padi yang merupakan konsumen neto beras adalah petani kecil dengan rata-rata penguasaan lahan sawah relatif sempit.

Kondisi ini mengakibatkan budidaya tanaman padi yang dijalankan cenderung subsisten, tidak efisien, dan tidak memenuhi skala ekonomi menguntungkan.

Sensus Pertanian 2013 mencatat, rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai rumah tangga pertanian pengguna lahan sawah hanya sebesar 0,39 hektare per rumah tangga.

Dengan lahan sawah seluas itu, rata-rata luas tanaman padi yang dibudidayakan setiap rumah tangga hanya sekitar 0,67 hektare per tahun.

Lonjakan jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari setengah hektare dalam sepuluh tahun terakhir, sebesar 2,64 juta rumah tangga (18,54 persen), memberi indikasi kuat bahwa rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai petani padi saat ini semakin menyusut, atau lebih rendah dari kondisi sepuluh tahun lalu.

Beban pengeluaran meningkat

Bagi petani padi sekaligus konsumen neto beras, harga beras yang tinggi dipastikan akan menambah beban pengeluran untuk konsumsi makanan.

Jika kondisi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan, baik dari kegiatan budidaya pertanian maupun aktivitas di luar pertanian, daya beli mereka akan tergerus.

Selain itu, pendapatan yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan juga berkurang sehingga menyebabkan penurunan kesejahteraan.

Sayangnya, skala budidaya relatif kecil menjadikan pendapatan yang diperoleh dari budidaya tanaman padi juga relatif kecil.

Data BPS menunjukkan bahwa rata-rata keuntungan per bulan yang diperoleh dari memproduksi padi pada satu hektare lahan sawah hanya sekitar Rp 1,24 juta pada 2017.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com