Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kelanjutan Harga Gas Murah, Kementerian ESDM Minta Kemenperin Evaluasi Industri Penerima

Kompas.com - 28/02/2024, 18:42 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap industri penerima terkait kelanjutan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar 6 dollar AS per mmbtu.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk melakukan evalusi terhadap industri yang menikmati kebijakan harga gas murah tersebut.

"Kami mengharapkan ada evaluasi dari masing-masing pengguna gas bumi," ujar Koordinator Penyiapan Program Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, Rizal Fajar Muttaqien dalam webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, Rabu (28/2/2024).

Baca juga: Perhitungkan Kerugian Negara, Evaluasi Kebijakan Harga Gas Murah Perlu Dilakukan

Adapun terdapat 7 sektor industri yang mendapatkan harga gas murah yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Kebijakan HGBT yang dinikmati industri ini sudah berjalan sejak 2020.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91 Tahun 2023, kebijakan harga gas murah akan berakhir pada 2024. Hal itu membuat pelaku usaha khawatir akan berlanjut atau tidaknya kebijakan HGBT.

Rizal bilang, Kemenperin memang telah mengusulkan untuk dilakukan perpanjangan pemberian harga gas murah. Namun, Kementerian ESDM menginginkan adanya evaluasi terkait dampak kebijakan terhadap industri penerima HGBT.

Baca juga: Kemenperin: Industri Manufaktur Tertekan Imbas Harga Gas Khusus Tak Berjalan Baik

Menurutnya, apabila hasil evaluasi tidak sesuai dengan komitmen awal terkait dampak yang diberikan oleh industri penerima HGBT, maka pemerintah tak segan untuk menghentikan kebijakan tersebut.

"Artinya nanti ketika ada kinerja dari masing-masing pengguna gas bumi tertentu tidak sesuai dengan yang dikomitmenkan di awal terkait dengan multiplayer effect yang diharapkan, tentunya juga ada evaluasi dari teman-teman Kemenperin untuk bisa melanjutkan ataupun menghentikan kebijakan HGBT-nya," papar Rizal.

Ia menambahkan, jika pada akhirnya nanti diputuskan untuk melanjutkan kebijakan HGBT setelah 2024, maka pemerintah juga akan mempertimbangkan kemampuan fiskal negara dalam pemberian insentif tersebut.

"Ketika HGBT itu nanti diputuskan untuk diteruskan setelah tahun 2024, tentunya juga memperhatikan ketersedian bagian negara yang digunakan untuk penyesuaian harga gas," jelas dia.

Baca juga: Kementerian ESDM Tolak Rencana PGN Naikkan Harga Gas Industri

Tantangan pengembangan gas dalam negeri

Ada sejumlah tantangan pengembangan gas dalam negeri. Pertama, akibat harga gas bumi murah atau harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada tujuh sektor industri tellah berdampak pada berkurangnya penerimaan negara.

Deputi keuangan dan komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mencatat, ada penurunan penerimaan negara akibat kebijakan HGBT sebesar 6 dollar AS per MMBTU lebih dari 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 15,68 triliun.

Persoalan selanjutnya, menurut Chairman Indonesia Gas Sociaty (IGS) Aris Mulya, tantangan  pengembangan gas RI berasal dari sektor hulu, hilir, hingga regulasi.

"Dari sektor hulu, tingginya risiko pengembangan hulu migas berdampak pada rendahnya investasi yang masuk," kata Aris, dalam webinar tersebut.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com