Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pasutri Mat Sahri dan Sukaesih, Mantan Pekebun Sawit yang Sukses Berbisnis Oleh-oleh Keripik "Anggun"

Kompas.com - 12/03/2024, 10:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

MUSI BANYUASIN, KOMPAS.com - Sekitar 40 tahun yang lalu, Mat Sahri datang ke Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel) bersama keluarganya sebagai transmigran penggarap kebun sawit. Tak di sangka, di tanah baru di Sumatera ini, rezeki pria asal Banyuwangi, Jawa Timur malah moncer.

Ia dan istrinya, Sukaesih, sukses memasarkan produk keripik singkong dengan nama merek "Anggun", yang dinamai sesuai dengan nama putri mereka. Kini produk keripik singkong Anggun jadi oleh-oleh khas Musi Banyuasin. Bahkan, keripik singkong Anggun dipamerkan ke luar negeri.

Hingga 2024 ini, suami istri tersebut mampu memperkerjakan 10 perempuan warga desa sekitarnya untuk bekerja mengolah singkong. Serta, dua sales yang merupakan laki-laki.

Ditemui sejumlah media di Blok Corridor, Site Medco E&P Grissik Ltd di Musi Banyuasin, begini cerita warga Desa Simpang Tungkal, Kecamatan Tungkal Jaya, Musi Banyuain ini.

Baca juga: Cerita Tumini Pengusaha Keripik, Dulu Modal Kompor Minyak dan Wajan Kecil, Kini Sukses Punya Merek Sendiri

Menurut Mat Sahri, ia dan istrinya hanyalah taatan SD, sehingga pada awalnya mereka juga bekerja sebagai pekebun sawit, sama seperti keluarganya. Sukaesih, istri Mat Sahri, juga berasal dari keluarga transmigran, yakni dari Malang, Jawa Timur.

Namun, beratnya hidup sebagai pekebun sawit membuat pasutri ini "membanting setir" pada 2007. Keduanya memutuskan berjualan aneka keripik, ketimbang berkutat dengan sawit.

Awalnya, mereka berjualan camilan keripik singkong, keripik pisang dan peyek saja. Namun seiring waktu, mereka pun memfokuskan pada keripik singkong saja. Nama produknya diberi nama Anggun, sesuai nama putri mereka.

"Awalnya kami olah 10 kilogram singkong per hari," kata Mat Sahri, beberapa waktu lalu. Hal itu lantaran kebun singkong yang mereka miliki juga tak luas.

Baca juga: Pertahankan Produksi Gas di Blok Corridor, Medco E&P Bakal Bor Sumur Suban 27

Ia bilang, rata-rata singkong dapat dipanen dalam waktu 8 bulan, jika di bawah waktu tersebut kualitasnya kurang bagus untuk dibuat keripik.

"Kalau sudah ditanami singkong, rumput hingga pohon sawit pun kalah karena sifat singkong itu kuat sekali," katanya.

Pucuk dicinta ulam tiba, pada 2009, masuklah Medco E&P Grissik Ltd di bawah pengawasan SKK Migas untuk memberikan dukungan. "Saya banyak dibantu, banyak sekali dari modal, pelatihan, pendampingan, kemasan, pameran sampai sertifikasi. Alat-alat juga," kata Mat Sahri.

Produk-produknya, dengan citarasan gurih berbalut bumbu khas Musi Banyuasin, sering jadi "oleh-oleh wajib" para pegawai Medco dan SKK Migas yang datang berkunjung.

Bahkan terakhir, ia bercerita pernah diberi bantuan alat pengering untuk mengolah keripik. Sayangnya, alat tersebut tidak terlalu berfungsi karena keripiknya jadi hancur. "Bantuan inovasi alat juga dilakukan Medco E&P. Mereka sangat mendukung usaha kami," lanjutnya.

Baca juga: Tahun Ini, Wilayah Sumbagsel Bakal Eksplorasi 24 Sumur Migas

Keripik singkong Anggun, oleh-oleh khas Musi Banyuasin. KOMPAS.com/APRILLIA IKA Keripik singkong Anggun, oleh-oleh khas Musi Banyuasin.

Mat Sahri dan Sukaesih menambahkan, selama 2009 hingga 2024, banyak perubahan yang terjadi dalam usahanya, setelah dibantu Medco E&P. Salah satunya, mampu memberdayakan ibu-ibu sekitar di desanya jadi berdaya. Hingga, memiliki tim penjualan (sales).

"Kalau yang sales itu laki-laki, dua orang, untuk bantu pemasaran di sekitar wilayah Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel). Tapi reseller banyak yang datang ke rumah produksi. Kami sampai kewalahan. Misal untuk ke Medan. Kalau mereka mau pesan, bisa sampai seminggu kami bisa layani," tutur perempuan berkerudung ini ke Kompas.com.

Dari sisi omzet, juga meningkat seiring tingginya produksi. Sukaesih bilang, per hari mereka bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 500.000.

"Kalau kotornya Rp 3,2 juta per hari, tapi kalau dikurangi 12 pekerja dan semua biaya produksi, bersihnya Rp 500.000," kata Sukaesih.

Tak hanya itu, kebun singkong untuk budidaya singkongnya juga bertambah 5 hektar. Mat Sahri dan Sukaesih bilang, penambahan luas kebun untuk menjaga bahan baku mereka lebih berkualitas.

"Kini kami olah sekitar 400 kilogram singkong tiap hari, dari dulu hanya 10 kilogram," lanjut Mat Sahri. Dari 400 kg bahan baku, bisa jadi 150 kg keripik singkong siap jual per hari.

"Setiap hari keluar 200 bal, 1 bal isinya 25 bungkus," lanjut Mat Sahri yang kini jadi ketua UMKM budidaya singkong di wilayahnya.

Baca juga: Meningkatkan Kualitas Pendidikan, Upaya Medco E&P Memberdayakan Warga Sekitar Wilayah Operasinya

Usaha pasutri ini juga pernah diganjar penghargaan sebagai UMKM Terbaik pada 2017, oleh Bupati Musi Banyuasin. Lantas, pada 2018, UMKM Mat Sahri dan Sukaesih didapuk jadi duta UMKM Musi Banyuasin untuk aneka pameran, bahkan pada ajang internasional Asian games 2018 di Palembang.

Tak hanya itu, masih pada 2018, produk keripik singkong Anggun ikut mewakili Musi Banyuasin di ajang dunia internasional yaitu Indonesia Archipelago Exhibition di Malaysia. Saat itu, Kemendesa & PDTT RI bekerja sama dengan Kedubes RI di Malaysia melakukan seleksi ketat untuk UMKM terpilih.

Dengan aneka pencapaian tersebut, Mat Sahri dan Sukaesih bilang bila mereka sangat bersyukur dan berharap usahanya ini memberikan manfaat bagi warga sekitar. "Kami masih usaha kecil, kalau mau meningkatkan kapasitas masih terhalang luas lahan dan peralatan," lanjut Mat Sahri.

Tak hanya itu, kedua pasutri yang sudah mulai "berumur" ini juga memikirkan keberlanjutan usaha mereka. Lantaran beberapa anaknya memilih untuk bekerja di kota, bahkan ada yang di Jakarta. Tinggal si Bungsu yang mereka harapkan untuk meneruskan usaha tersebut.

Baca juga: Gandeng PLN, Medco E&P Berupaya Tekan Emisi GRK hingga 36.000 Ton

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com