Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

INSA Ungkap Sederet Tantangan Indonesia Menuju "Green Shipping"

Kompas.com - 16/03/2024, 20:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menilai industri pelayaran Indonesia tengah menuju green shipping.

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan, salah satunya dengan penggunaan energi terbarukan sebagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan bagi kapal.

"Industri pelayaran Indonesia tengah menuju green shipping dengan pengembangan energi terbarukan sebagai alternatif bahan bakar kapal. Hanya saja kita masih harus terus berbenah, karena tantangannya juga cukup banyak," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (16/3/2024).

Dia mengungkapkan, sektor pelayaran sebenarnya memiliki beberapa alternatif bahan bakar yang lebih ramah lingkungan seperti biodiesel, LNG, amonia, metanol, hidrogen, nuklir, dan listrik.

Baca juga: Industri Pelayaran Tumbuh, INSA Dorong Ada Badan Penegak Hukum di Laut

Masing-masing sumber energi ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, baik dari segi keamanan dan risiko lingkungan, ketersediaan, infrastruktur bunkering, penyimpanan di dalam kapal, hingga kesiapan teknologi.

Dari beberapa alternatif bahan bakar tersebut, jenis bio diesel, LNG, dan listrik yang kesiapan dan ketersedian teknologinya paling mungkin tercapai untuk digunakan sebagai bahan bakar kapal saat ini, terutama di Indonesia.

Pemerintah sendiri telah mewajibkan penggunaan biodiesel untuk kapal laut dengan kandungan fame hingga 40 persen atau disebut B40. Biodiesel memiliki keunggulan karena ketersediaan stok yang lebih banyak dengan infrastruktur penunjang yang lebih berkembang.

"Tapi harganya lebih mahal, dan meningkatkan biaya perawatan karena membuat kapal lebih sering melakukan penggantian filter sebab penggunaan B40," kata dia.

Baca juga: Lewat Kolaborasi, Kemenperin Wujudkan Komunitas Industri Hijau

Sementara itu, bahan bakar LNG menjadi salah satu bahan bakar alternatif kapal masa depan yang dapat mereduksi gas rumah kaca hingga 23 persen, dibandingkan bahan bakar berbasis minyak saat ini.

Meski masih menghadapi sejumlah tantangan, layanan bunkering LNG juga terus dikembangkan oleh PGN (Perusahaan Gas Negara). Terminal Bunkering LNG direncanakan berada di Arun dan Bontang, sedangkan LNG Bunkering kapal berpotensi dikembangkan di Batam, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan beberapa pelabuhan lainnya.

Dia menambahkan, saat ini sudah ada pilot project kapal penunjang kegiatan lepas pantai milik pelayaran nasional yang menggunakan dual fuel dari bahan bakar minyak dan LNG, dengan lokasi kerja di Mahakam dengan mengisi bahan bakarnya di Pertamina Hulu Mahakam.

Baca juga: INSA Minta Pemerintah Bentuk Badan Tunggal Penjaga Laut dan Pantai untuk Kelancaran Logistik Nasional

 


Sementara itu, pilot project pada kapal berbahan bakar listrik juga telah dimulai di Surabaya, Jawa Timur oleh kapal milik pemerintah. Kesuksesan pilot project ini akan dikembangkan di IKN (Ibu Kota Nusantara) Kalimantan Timur.

"INSA berkomitmen ikut serta mewujudkan green shipping di Indonesia, namun kami juga membutuhkan dukungan dan kerjasama dari sisi teknologi maupun pendanaan untuk riset dan pengembangan industri pelayaran ramah lingkungan masa mendatang," tuturnya.

Selain itu, menurutnya, Indonesia dapat mengacu pada beberapa negara yang lebih dulu dan lebih maju dalam pengembangan kapal bertenaga listrik ramah lingkungan.

Beberapa negara tersebut seperti Denmark dan Selandia Baru. Bahkan Norwegia saat ini sedang mengembangkan bahan bakar energy hydrogen dan ammonia, untuk mencapai ambisi menjadikan negaranya dengan zero-emission di 2030.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com