Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INDEF Insight
Riset

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) adalah lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta. Aktivitas Indef antara lain melakukan riset dan kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Kajian Indef diharapkan menciptakan debat kebijakan, meningkatkan partisipasi dan kepekaan publik pada proses pembuatan kebijakan publik. Indef turut berkontribusi mencari solusi terbaik dari permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia.

Hilirisasi Nikel, Siapa Lebih Diuntungkan?

Kompas.com - 22/03/2024, 19:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Rezky Hermawan* 

HILIRISASI nikel di Indonesia mayoritas dikuasai oleh perusahaan asal China. Investasi tersebut tersebar di wilayah timur Indonesia, seperti Sulawesi, Halmahera, dan Maluku Utara (Laporan Skam Associates, 2023).

Nilai realisasi investasi untuk hilirisasi pada periode Januari-September 2023 mencapai Rp 266 triliun dengan mayoritas Rp 151,7 triliun berada di sektor mineral.

Baca juga: Studi: Di Balik Keuntungan Ekonomi, Industri Nikel Munculkan Berbagai Dampak Negatif

Salah satu proyek hilirisasi mineral terbesar perusahaan China ada di kawasan industri Morowali, yakni Indonesia-Morowali Industri Park (IMIP) di Provinsi Sulawesi Tengah. Kawasan ini diklaim sebagai pabrik bahan baku baterai terbesar di Dunia.

Investor pabrik ini merupakan perusahaan-perusahaan baterai terbesar seperti CATL, Perusahaan Daur Ulang Baterai GEM, Tsingshan Group, dan Perusahaan Jepang Hanwa.

Pemerintah menyebutkan bahwa investasi awal dari pabrik ini mencapai 720 juta dollar AS, akan tetapi selama lima tahun ke depan nilai investasi ini akan terus ditambah hingga 4,2 miliar dollar AS terhitung sejak 2019.

Baca juga: Celios: Keuntungan Semu Industri Nikel, Hanya Bisa Dinikmati 5 Tahun Pertama

Pada 2022, pemerintah Indonesia mengklaim bahwa hilirisasi nikel telah mencetak nilai tambah sebesar 33 miliar dollar AS atau Rp 514,3 triliun (perhitungan kurs Rp 15.585 per dollar AS).

Realisasi itu mengalami kenaikan yang signifikan di mana pada 2021 tercatat sebesar 20,9 miliar dollar AS (sekitar Rp360 triliun). Padahal, dari 2018 hingga 2019 realisasi nilai tambah nikel hanya mencapai 3,3 miliar dollar AS (Direktorat Jenderal Anggaran, 2023).

Manisnya potensi nikel Indonesia

Pada 2020, sudah ada 5,3 juta ton nikel mentah (nickel ore) yang diekspor oleh Indonesia ke China ketika larangan ekspor telah diberlakukan.

Baca juga: Dugaan 5,3 Juta Ton Ekspor Ilegal Bijih Nikel ke China, KPK Sebut Ada Selisih Nilai Ekspor Rp 14,5 Triliun

Kebijakan larangan ekspor ini dilakukan agar Indonesia dapat melakukan hilirisasi nikel di dalam negeri, sehingga diharapkan terjadi peningkatan value added nikel dalam negeri.

Produksi nikel Indonesia terpantau terus mengalami peningkatan seiring dengan konsistennya pemerintah dalam mempromosikan hilirisasi mineral dan batu bara (minerba).

International Trade Center (2022) memperkirakan bahwa Indonesia pada 2023 memproduksi 1,8 juta metrik ton ferro nickel yang memperkokoh posisi Indonesia sebagai market leader nikel di dunia.

Kementerian Perindustrian (2023) memperkirakan value added hilirisasi nikel dari nickel ore menjadi ferro nickel adalah sebesar 6,76 kali.

Pemerintah Indonesia memberikan berbagai fasilitas fiskal untuk investor pada sektor hilirisasi nikel dan dipertegas lagi khusus royalti nikel limonit sebagai bahan baku kendaraan listrik bermotor dari 10 persen menjadi 25 persen melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022.

Baca juga: China dan Indonesia Harus Pangkas Produksi Nikel jika Ingin Katrol Harga

Jika dilihat berdasarkan ketahanan cadangan, Indonesia memiliki 2,6 miliar ton cadangan nikel dengan umur cadangan mencapai 27 tahun (Kementerian ESDM, 2020).

Selain itu, wilayah greenfield nikel Indonesia yang masih luas dan peluang industri hilir nikel yang masih dibutuhkan menjadikan Indonesia adalah pilihan yang menarik untuk dilakukan pengembangan investasi pada sektor pertambangan nikel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com