Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Inggar Rahayuning Buana
Karyawan BUMN

Analis Senior Bank Indonesia

Pengendalian Inflasi

Kompas.com - 27/05/2024, 15:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FLUKTUASI harga bahan pokok selalu menjadi isu yang tak kunjung berhenti. Padahal sebagai negara agraris, Indonesia memiliki competitive advantage yang dapat mendukung terciptanya swasembada pangan.

Namun demikian, ada kalanya faktor eksternal seperti kondisi cuaca yang tidak menentu, bencana alam, serta faktor musiman masih menjadi kendala yang memengaruhi produksi dan distribusi bahan pangan di Indonesia.

Kita tentu masih mengingat dampak El-Nino beberapa waktu lalu, yang membawa suhu menjadi lebih tinggi dan menyebabkan kekeringan yang berakibat pada gagal panen.

Harga beras sempat melonjak naik dan berada di kisaran Rp 14.000 - Rp 16.000 per kilogram. Bahkan perubahan harga tersebut masih kita rasakan hingga saat ini.

Persoalan perubahan cuaca sepertinya masih akan terus berlanjut. Berdasarkan info BMKG pada April 2024 lalu, berakhirnya El Nino akan digantikan dengan La Nina pada Juni hingga Agustus 2024.

Dampaknya akan mengakibatkan peningkatan curah hujan mencapai 20-40 persen. Bahkan di beberapa lokasi dapat meningkat hingga lebih dari 50 persen.

Inflasi Indonesia

Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 21-22 Mei 2024, Gubernur Bank Indonesia menyampaikan bahwa Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) April 2024 tercatat menurun dari 3,05 persen (yoy) pada Maret 2024 menjadi sebesar 3 persen (yoy).

Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh inflasi inti dan inflasi administered prices (AP) yang rendah masing-masing sebesar 1,82 persen (yoy) dan 1,54 persen (yoy), serta Inflasi volatile food (VF) yang juga mengalami penurunan dari 10,33 persen (yoy) menjadi sebesar 9,63 persen (yoy) sejalan dengan penurunan harga komoditas pangan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa inflasi Indonesia masih terjaga dalam kisaran sasaran, yaitu 2,5 ± 1 persen.

Meskipun demikian, potensi peningkatan inflasi pangan masih perlu terus diwaspadai, yang secara langsung berdampak pada tergerusnya daya beli masyarakat.

Selanjutnya apabila dibandingkan dengan negara G20 lainnya, inflasi Indonesia berada di urutan 14, lebih tinggi dari negara tetangga Singapura (2,7 persen).

Namun demikian, inflasi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Amerika Serikat (3,4 persen), India (4,84 persen), Brasil (3,69 persen) dan Afrika Selatan (5,2 persen).

Agar inflasi dapat sesuai target sasaran, tentunya sinergitas kebijakan sektor fiskal dan moneter menjadi hal yang sangat penting.

Dari sisi fiskal, APBN perlu dioptimalkan untuk pengendalian inflasi pangan melalui operasi pasar murah, subsidi pupuk, dan penguatan koordinasi kebijakan pangan antar-lembaga pemerintah.

Oleh sebab itu, pada tahun 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp 114,3 triliun, meningkat sekitar Rp 13,4 triliun atau tumbuh 13,2 persen dibandingkan dengan realisasi anggaran ketahanan pangan pada 2023.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com