Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penetapan Wali Kota Batam sebagai Ex Officio Kepala BP Batam Sarat Maladministrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menemukan sejumlah pelanggaran administratif atas penunjukan Wali Kota Batam Muhammad Rudi sebagai ex-officio Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Batam (BP KPBPB Batam).

Diketahui, jabatan tersebut kosong setelah Lukita Dinarsyah Tuwo diberhentikan Desember 2018 lalu dan diisi sementara oleh Edy Putra Irawady.

Komisioner Ombudsman Laode Ida mengatakan, Ombudsman mengamati dalam dua bulan terakhir untuk mengkaji penunjukan Rudi sebagai ex officio Kepala BP Batam dari sisi hukumnya. Ternyata, penunjukannya sarat maladministrasi karena ada beberapa undang-undang yang dilanggar.

"Penunjukkan wali kota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam dilakukan tanpa melakukan kajian dan tinjauan hukum yang komperhensif sehingga berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan," ujar Laode di kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (8/5/2019).

Laode mengatakan, penunjukkan ex officio mulanya disebabkan adanya wacana dualisme pengelolaan Batam. Dalam rapat kabinet akhirnya diputuskan untuk menunjuk Rudi menempati posisi tersebut.

Faktanya, kata Laode, kajian Ombudsman menyimpulkan bahwa tidak ditemukan adanya dualisme yang dimaksud.

Terkait dugaan maladministrasi, masalah pertama yang disorot Ombudsman adalah latar belakang Rudi yang merupakan Wali Kota Batam, orang yang punya jabatan politis. Ia merupakan Sekretaris DPW Partai Nasdem Kepulauan Riau.

Pasal 33 ayat 1 PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Uang Badan Layanan Umum menyatakan, pejabat pengelola BLU terdiri dari PNS atau tenaga profesional. Kepala BP Batam termasuk dalam pejabat BLU.

Kemudian, aturan itu ditegaskan juga melalui Peraturan Dewan Kawasan PBPB Batam Nomor 1 Tahun 2014, di mana disebutkan bahwa pejabat BP Batam harus menanggalkan jabatan kepala daerah maupun jabatan politis lainnya. Laode mengatakan, BP Batam sejatinya lembaga yang tidak tercampur dengan jabatan politik.

Sebab, posisi Wali Kota Batam sebagai Anggota Dewam Kawasan merupakan posiis strategis untuk pengawasan BP Batam.

"Maka menjadi sebuah kemunduran dalam tata kelola BP Batam yang profesional jika kebijakan penunjukan Wali Kota sebagai ex officio Kepala BP Batam dilakukan," ujar Laode.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Kepala BP Batam selaku pimpinan lembaga adalah pengguna anggraan. Sementara jabatan wali kota bukan merupakan pengguna anggaran. Jika diberlakukan kebijakan ex officio, maka Wali Kota Batam akan menjadi pengguna anggaran. Padahal, pengguna anggaran bukan pejabat yang dihasilkan dari sebuah proses pemilihan umum.

"Hal ini akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan negara," kata Loade.

Penunjukan ex officio BP Batam merupakan kewenangan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi dan juga Dewan Kawasan. Masukan tersebut kemudian disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo yang kemudian menyetujuinya.

Sebelum diresmikan, Ombudsman meminta pemerintah untuk membatalkan rencana penunjukan Rudi sebagai ex officio Kepala BP Batam.

"Pelanggaran ada pada Dewan Kawasan dan Kemenko Perekonomian. Seolah ini benar tapi itu pelanggaran, sudah ada aturannya dalam undang-undang. Itu aturannya Dewan Kawasan tapi dilanggar sendiri oleh mereka," terang Laode.

https://money.kompas.com/read/2019/05/08/163200826/penetapan-wali-kota-batam-sebagai-ex-officio-kepala-bp-batam-sarat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke