Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gara-gara E-Katalog, Kementan Hemat Anggaran Hingga Rp 1,2 Triliun

“Dalam 4 tahun terakhir  Kementan telah menghemat anggaran negara hingga Rp 1,2 triliun untuk pengadaan barang dan jasa alsintan pra panen dan pasca panen,” ujar Sarwo Edhy di Jakarta, dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Minggu (30/6/2019).

Hal itu bisa terjadi, lanjut ia, karena lewat e-katalog pengadaan barang bisa langsung beli ke pabrik sehingga murah dan datang tepat waktu. 

“Sebelum menggunakan e-katalog pada 2015, harga traktor roda dua per unitnya Rp 26 juta, traktor roda empat (35-50hp) Rp 367 juta. Setelah lewat e-katalog pada 2016, harga traktor roda dua Rp 23 juta per unit, sedangkan traktor roda empat Rp 326 juta,” ujar dia.

Hal yang sama terjadi juga pada pengadaan rice transplanter dan combine harvester. Harga rice transplanter sebelum implementasi e-katalog Rp 76 juta per unit, setelah pemberlakuan e-katalog tahun 2015, Rp 63 juta per unit.

“Begitu juga combine harvester, sebelum e-katalog Rp 380 juta per unit, setelah e-katalog Rp 337 juta,” papar Edhy.

Karena harganya lebih murah maka Kementan pun bisa menghemat hingga Rp 1,2 triliun atau 40 persen dari biaya belanja pemerintah.

Rinciannya pengadaan alsintan pra panen (traktor roda 2, traktor roda 4, dan rice transplanter) hemat Rp 1.096 triliun. Sementara itu, alsintan pasca panen (combine harvester) hemat Rp 120 miliar. 

“Dengan sistem e-katalog, semua pihak dapat mengawasi pengadaan, karena sistem ini sudah  melalui Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP),” ujarnya.

Selain menghemat anggaran, menurut Edhy, kebijakan digitalisasi dalam pengadaan alsintan ini berpengaruh pula terhadap peningkatan level mekanisasi pertanian di Indonesia.

“Pada 2014, level mekanisasi pertanian hanya 0,14. Pada 2018 meningkat signifikan menjadi 1,68,” jelas Edhy. 

Asal tahu saja, mekanisasi pertanian ini mempunyai dampak baik bagi petani. Ini karena mampu mengurangi kerugian petani, baik saat menanam maupun panen.

Berdasarkan uji coba yang dilakukan Kementan, mekanisasi telah mampu menurunkan biaya produksi petani sekitar 30 persen dan meningkatkan produktivitas lahan  33,83 persen.

Mekanisasi berbasis teknologi 4.0

Tidak berhenti sampai di situ, untuk meningkatkan efisiensi Kementan terus berinovasi mengembangkan pertanian 4.0, yakni pertanian yang menggunakan alsintan berbasis teknologi 4.0

Kementan sendiri telah menguji efisiensi 5 alsintan berbasis teknologi 4.0, yakni autonomous tractor, robot tanam, drone sebar pupil, autonomous combine dan panen olah tanah terintegrasi. 

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran saat meresmikan Program Pertanian 4.0 di Desa Junwangi, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/6/2019), mengatakan teknologi 4.0 diimplementasikan di pertanian Indonesia sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

"Ini hasil anak-anak bangsa. Alat-alat mesin pertanian ini sudah memanfaatkan IT, mulai dari mesin pengolah lahan, drone penebar benih dan pupuk serta alat panen. Dengan begitu, semua biaya menjadi lebih efisien, efektif, transparansi dan akuntabel, " ujar Amran.

Dukungan terhadap upaya pemerintah mewujudkan Pertanian 4.0 datang pula dari Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Imam Santoso.

Menurutnya sektor pertanian harus sudah mengimplementasikan teknologi dalam proses pertanian dari hulu sampai dengan ke hilir. Sebab dengan teknologi semua akan menjadi efektif dan efisien, sehingga target yang dicapai lebih realistis atau presisi.

“Selain itu, untuk meningkatkan keberhasilan pertanian presisi ini perlu didukung juga pengembangan agroindustri 4.0, yang mengintegrasikan hulu hilir secara efektif dan efisien, " ujar Imam.

Imam menyampaikan pertanian presisi atau precision farming, merupakan konsep pertanian berbasis teknologi. Konsep ini menggunakan pendekatan yang bertumpu pada observasi dan pengukuran, sehingga akan menghasilkan data.

Data itu kemudian digunakan untuk menentukan kegiatan kerja bercocok tanam yang efektif dan efisien. 

Tingkatkan kesejahteraan petani

Karena mampu mengifisiensikan kegiatan pertanian (tanam dan panen) maka mekanisasi pertanian mampu meningkatkan pendapatan petani, meskipun harga yang diterima petani  menurun (deflasi) akibat produksi melimpah.

Namun karena tambahan penghematan biaya dan kenaikan produksi akibat mekanisasi mampu mengkompensasi turunnya harga yang diterima petani, sehingga tidak berdampak terhadap turunnya Nilai Tukar Petani (NTP).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), NTP nasional pada Mei 2019 sebesar 102,61 atau meningkat 0,38 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Rata-rata NTP tahun 2019 dari Januari - Mei pun masih menjadi catatan terbaik selama enam tahun terakhir.

NTP Januari – Mei 2019 ini juga lebih tinggi 0.61 persen dibandingkan  periode yang sama pada tahun 2018 senilai 102,16.

“Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani,” ungkap Kepala BPS Suharyanto.

Sementara itu, inflasi bahan makanan turun mencapai 1,26  persen pada 2017. Bandingkan dengan tahun 2013 yang masih sekitar 11,35 persen.

Sedangkan daya beli dan kesejahteraan petani membaik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) 5,45 persen dan NTP 0,42 persen selama periode 2014-2018.

“Hal itu kemudian menyebabkan jumlah penduduk miskin di perdesaan turun dari 14,17 persen pada 2014 menjadi 13,20 persen pada 2018,” kata Suharyanto

Lebih lanjut data BPS mencatat, Produk Domestuk Bruto (PDB) pertanian naik Rp 400 triliun sampai Rp 500 triliun dengan total akumulasi Rp 1.370 triliun.

Kemudian, pertumbuhan ekonomi pertanian pada 2018 mencapai 3,7 persen. Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan pemerintah sebesar 3,5 persen.

https://money.kompas.com/read/2019/06/30/223146526/gara-gara-e-katalog-kementan-hemat-anggaran-hingga-rp-12-triliun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke