Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Temukan Harga Gula Mahal, Mendag Minta Masyarakat Laporkan Lewat WA

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, dari hasil evaluasi, pantauan, dan pengawasan di lapangan, ada beberapa penyebab tingginya harga gula di pasaran.

Pemerintah sebenarnya sudah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 12.500/kg. Kenyataannya di lapangan, harga jual di tingkat pedagang pasar mencapai Rp 17.000-18.000/kg. Selain itu, beberapa daerah juga sempat mengalami kelangkaan gula.

Agus mengungkapkan, harga gula yang mahal disebabkan beberapa faktor. Pertama, terganggunya suplai gula impor karena beberapa negara menetapkan lockdown atau karantina wilayah.

Kedua, adanya mata rantai distribusi yang cukup panjang untuk sampai ke tangan konsumen. Ketiga, ada pelaku bisnis gula yang nakal baik produsen, distributor, maupun pedagang di pasar yang menahan gula dan mempermainkan harga.

"Sekali lagi kami tegaskan, Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan akan menindak tegas semua pelaku usaha, produsen, distributor dan pedagang yang nakal," kata Agus dalam keterangan tertulis seperti dikutip pada Senin (25/5/2020).

"Saya minta media dan masyarakat ikut mengawasi dan melaporkan jika ada harga yang tidak wajar dan ada penyimpangan ke saya melalui saluran siaga (hotline) Kemendag dengan WA 0851-111-1010," tegasnya.

Namun saat dicoba melaporkan menggunakan nomor tersebut, tak ada fitur WhatsApp di nomor yang dirilis Kemendag tersebut setelah nomor kontak tersebut disimpan di kontak seluler. Selain itu, saat nomor hotline tersebut dihubungi, yang muncul adalah suara operator untuk meninggalkan pesan suara.

Agus menuturkan, ada lima langkah strategis yang diambil Kementerian Perdagangan (Kemendag). Pertama, mengutamakan penyerapan pasokan gula dari tebu rakyat.

Dan untuk pemenuhan stok gula dalam negeri, dilakukan pula impor raw sugar yang diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP) oleh BUMN dan Swasta, serta impor GKP langsung oleh BUMN.

Kedua, meminta produsen dan distributor memutus mata rantai distribusi panjang. Dengan begitu, gula tersebut bisa langsung ke pedagang pasar rakyat dan ritel modern.

"Terbaru, Kementerian Perdagangan telah melakukan penindakan kepada distributor gula yang menjual kepada distributor kedua hingga distributor ke D-3 dan D-4 bahkan dijual lintas provinsi dengan harga yang sudah mencapai Rp 13.000/kg, di Kota Malang, Jawa Timur," jelas Agus.


"Penjualan ini masih harus melewati mata rantai agen dan pengecer sebelum sampai kepada konsumen akhir sehingga HET Rp 12.500/kg di tingkat konsumen sulit tercapai. Kemendag telah menyelidiki lebih lanjut temuan ini sebelum dijatuhkan sanksi pencabutan izin usaha dan dibawa ke ranah hukum oleh Satgas Pangan," kata dia lagi.

Menurut dia, penjualan dalam mata rantai distribusi gula masih harus melewati mata rantai agen dan pengecer sebelum sampai ke konsumen akhir. Hal itu membuat HET di tingkat konsumen sulit tercapai.

Kemendag, kata Agus, telah menyelidiki lebih lanjut temuan ini sebelum dijatuhkan sanksi pencabutan izin usaha dan dibawa ke ranah hukum oleh Satgas Pangan. Sikap ini, ujarnya, akan dilakukan jika masih ada pelaku usaha yang berani melanggar aturan.

Ia menegaskan, Kemendag bekerja sama dengan Satgas Pangan, memastikan tidak ada pelaku usaha yang mengambil keuntungan dan melakukan penimbunan barang kebutuhan pokok yang dapat merugikan semua pihak.

“Sekali lagi kami tegaskan, Kemendag dan Satgas Pangan akan menindak tegas semua pelaku usaha, produsen, distributor dan pedagang yang nakal," tutur Agus.

https://money.kompas.com/read/2020/05/25/143951426/temukan-harga-gula-mahal-mendag-minta-masyarakat-laporkan-lewat-wa

Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke