Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kata Peneliti Senior Indef, Rancangan APBN 2021 Tak Kokoh

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengkritisi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 yang saat ini masih dibahas di DPR RI.

RAPBN 2021 dinilai tidak memiliki pondasi yang kokoh. Sebab, RAPBN 2021 dipandang tidak mendukung upaya untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Peneliti Senor Indef Didin S Damanhuri mengatakan target pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,5 persen tidak akan tercapai. Sebab, RAPBN 2021 dinilai tidak mampu mendongkrak daya beli.

"Menurut saya agak aneh RAPBN 2021 tiba-tiba pendekatan demand side ditinggalkan," ujar Didin dalam video conference, Selasa (8/9/2020).

Didin mengatakan RAPBN 2021 berbeda dengan APBN 2020 yang telah mengalami realokasi dan revisi dalam Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2020.

Di dalam Perpres 72 2020, alokasi anggaran ditekankan untuk menggenjot sisi permintaan.

Hal tersebut tercermin dari alokasi anggaran penanganan Covid-19 dan PEN yang sebesar Rp 695,2 triliun. Dalam anggaran tersebut, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk penanganan kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, untuk program sektoral dan pemerintah daerah sebesar Rp 7,4 triliun, bantuan UMKM Rp 123,47 triliun, dan insentif dunia usaha Rp 120,6 triliun.

Kemudian anggaran untuk perlindungan sosial atau bansos anggarannya mencapai Rp 203,91 triliun, dan anggaran korporasi Rp 53,7 triliun.

Adapun pada tahun 2021 mendatang, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk penanganan Covid-19 dan PEN sebesar Rp 356,5 triliun untuk Pemulihan Ekonomi Nasional.

Anggaran tersebut bakal dialokasikan untuk 6 sektor. Sektor pertama adalah penanganan kesehatan dengan anggaran Rp 25,4 triliun, untuk perlindungan sosial pada masyarakat menengah ke bawah dengan dana Rp 110,2 triliun, untuk sektoral Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda) dialokasikan anggaran Rp 136,7 triliun.

Keempat, dukungan pada UMKM akan dianggarkan sekitar Rp 48,8 triliun, melalui subsidi bunga KUR, pembiayaan UMKM, penjaminan serta penempatan dana di perbankan.

Lalu, pembiayaan korporasi dianggarkan sekitar Rp 14,9 triliun. Alokasi diperuntukkan bagi lembaga penjaminan dan BUMN yang melakukan penugasan. Keenam, insentif usaha sekitar Rp 20,4 triliun.

"Ini aneh sementara anggaran infrastruktur naik, dari Rp 281,1 triliun menjadi Rp 414 triliun di 2021. Ini anomali dari penyusunan fiscal policy," ujar dia.


"Padahal kita tahu infrastruktur ini tidak langsung berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, menbataasi pengangguran, dan dampak untuk mengurangi kemiskinan tidak signifikan," ujar Didin

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, membandingkan alokasi anggaran PEN antara tahun ini dan tahun 2021 bukan komparasi yang sebanding. Sebab tahun depan, pemerintah juga meningkatkan alokasi anggaran untuk Kementerian/Lembaga hingga lebih dari Rp 200 triliun.

"Jangan bandingkan PEN Rp 695 triliun dengan Rp 365 trilliun, itu tidak apple to apple, karena Rp 365 triliun itu tidak ada pengalokasian ke K/L," ujar Sri Mulyani ketika melakukan rapat kerja dengan DPR RI, Rabu (2/9/2020).

Bendahara Negara itu pun mengatakan, tahun depan pemerintah selain mengalokasikan anggaran untuk PEN, alokasi anggaran untuk K/L pun meningkat menjadi Rp 1.029,86 triliun. Sementara tahun ini, anggaran untuk K/L sebesar Rp 909,6 triliun.

"Maka total belanja kelihatannya tetap di Rp 2.700-an triliun tetapi komposisinya berbeda," ujar dia.

https://money.kompas.com/read/2020/09/08/150455826/kata-peneliti-senior-indef-rancangan-apbn-2021-tak-kokoh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke