Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Meramu Model Pembelajaran Kewirausahaan yang Ideal

Oleh: Frangky Selamat dan Fianny Andrea

Menurut dia, tidak tepat jika ada siswa di sekolahnya yang ingin menjadi wirausaha lalu melanjutkan studi di fakultas tersebut.

Baginya untuk menjadi wirausaha, tidak harus ke sekolah bisnis, karena tidak dibekali keahlian dan keterampilan yang dapat dijual untuk dijadikan modal berwirausaha.

Ia memberi contoh siswa yang berkuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain, yang begitu lulus barangkali sudah dapat menjual keahliannya dalam merancang suatu produk atau interior.

Usaha dibuka berdasarkan keahlian itu. Jika siswa berkuliah di program studi manajemen, misalnya, begitu lulus tentu berbeda.

Intinya adalah, menurut guru itu, yang terpenting bukan belajar kewirausahaannya, tetapi punya keahlian untuk berkarya sebagai modal untuk berwirausaha. Proses kewirausahaan dapat dipelajari secara learning by doing.

Bukan bermaksud menghakimi guru itu, pemahamannya mungkin mewakili sebagian kalangan yang punya pandangan sama. Menjual keahlian apakah sama dengan berwirausaha?

Semestinya tidak demikian, karena ini berarti pengacara, dokter, notaris dan sebagainya adalah wirausaha juga. Sejatinya mereka adalah profesional bukan wirausaha.

Barangkali arti berwirausaha dalam semangat kewirausahaan harus dikembalikan ke pengertian kewirausahaan seperti yang dikemukakan oleh Hisrich (2008) yaitu sebagai proses menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu dan tenaga, melakukan pengambilan risiko finansial, fisik, maupun sosial, serta menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi.

Menggarisbawahi pengertian tersebut, di dalam kewirausahaan harus ada sesuatu yang baru (inovatif) dan punya nilai (value) bagi pelanggan.

Untuk mencapai itu tidaklah mudah, karena ada pengorbanan waktu dan tenaga, serta pengambilan risiko secara finansial (untung atau rugi), fisik (rasa lelah mendera) dan sosial (mungkin ada penolakan dari konsumen atau masyarakat).

Dengan demikian jika mahasiswa berkuliah di program studi yang arahnya pada profesi tertentu, mereka akan dididik menjadi profesional bukan wirausaha.

Lalu, bagaimana dengan mahasiswa yang belajar di sekolah bisnis namun ingin menjadi wirausaha?

Nah, barangkali inilah masalah yang terjadi di banyak sekolah bisnis di Indonesia yang menyatukan pendidikan menjadi wirausaha dengan menjadi profesional.

Belakangan menjadi profesional pun diarahkan untuk memiliki jiwa kewirausahaan. Yang ini tentu tidak salah.

Jiwa kewirausahaan seperti kreatif, inovatif, proaktif, mengambil risiko terukur, tajam mengidentifikasi peluang dan sebagainya, dibutuhkan oleh profesional masa kini.

Yang menjadi masalah jika proses pembelajaran seorang profesional menjadi sama dengan menjadi wirausaha. Tentu sasaran yang ingin dicapai sulit untuk diraih.

Di beberapa universitas dan sekolah bisnis di Indonesia, pendidikan menjadi wirausaha pada jenjang sarjana telah dipisah dengan pendidikan program studi manajemen. Kurikulumnya pun berbeda. Bahkan ada pula perguruan tinggi yang menjadikan kewirausahaan sebagai "nyawa" sehingga melibatkan seluruh program studi tanpa kecuali.

Inilah yang mendorong kolaborasi antar mahasiswa dari berbagai program studi untuk mewujudkan proyek kewirausahaan dan menjadi wirausaha "beneran".

Kolaborasi ini menyadarkan bahwa kewirausahaan yang sukses diawali dari tim yang solid.

Wirausaha yang handal bukan karena ia menguasai segalanya, tetapi karena ia pandai memadukan berbagai sumber daya yang ada sehingga menghasilkan bisnis yang bernilai tambah.

Proses pembelajaran

Seperti telah menjadi kesepakatan tidak tertulis, hampir semua pendidikan kewirausahaan di seluruh dunia menitikberatkan pada pentingnya penyusunan rencana bisnis (business plan).

Bahkan di tingkat sekolah menengah atas, beberapa sekolah menugaskan siswanya untuk menyusun rencana bisnis lalu mengimplementasikan ke dalam sebuah simulasi bisnis.

Sesungguhnya pembelajaran kewirausahaan diawali dengan penemuan diri (self discovery) karena wirausaha sukses berawal dari minat dan passion yang sesuai.

Seseorang yang berwirausaha sesuai dengan passion-nya, akan terus berjuang keras untuk mencapai kesuksesan tanpa kenal lelah. Seolah tanpa kehabisan energi karena bekerja sepenuh hati. Maka, mengenali passion diri yang sesuai akan menjadi awal yang baik untuk berwirausaha.

Pada langkah selanjutnya, identifikasi peluang yang berbasis pada problem yang dihadapi oleh masyarakat atau konsumen, kemudian mencoba untuk mencari solusi dengan produk yang ditawarkan adalah bagian yang sangat esensial ketika mempelajari kewirausahaan.

Proses identifikasi peluang, mencari solusi atas problem yang dihadapi dan merancang produk sebagai solusi, menjadi rangkaian yang tidak terputus.

Percobaan-percobaan untuk memastikan bahwa produk yang ditawarkan efektif sebagai solusi atas problem (problem-solution fit) terus dilakukan, hingga diperoleh produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen (product-market fit).

Proses berikutnya adalah merancang saluran pemasaran untuk menjangkau konsumen, mulai menghitung sumber penerimaan kas, dan struktur biaya.

Ini mematahkan anggapan bahwa kewirausahaan bergantung pada sisi finansial, karena justru awal proses kewirausahaan adalah identifikasi peluang bukan modal usaha.

Selain itu wirausaha juga didorong untuk menentukan key metrics, yaitu matriks untuk mengukur aktivitas kunci usaha yang dilakukan sehingga bisa mengetahui kinerja bisnis, apakah memenuhi sasaran yang ingin dicapai.

Usaha yang dijalankan juga diarahkan untuk memiliki perbedaan (diferensiasi) yang tidak bisa atau sulit ditiru oleh kompetitor.

Pembelajaran seperti yang telah diuraikan merupakan proses yang berbasis pada lean canvas (Ries, 2011 , Mauriya, 2012) yang memudahkan pemula untuk merintis usaha.

Model bisnis dulu, bukan rencana bisnis

Proses pembelajaran kewirausahaan yang berbasis penyusunan model bisnis diyakini lebih sesuai bagi pemula yang sedang merintis usaha dari nol daripada menyusun rencana bisnis.

Tak dapat dimungkiri hal ini masih menjadi perdebatan panjang di antara kalangan akademisi dan praktisi.

Menengahi hal ini DeNoble dan Zoller (2017) mengemukakan sepuluh alasan mengapa penyusunan model bisnis lebih sesuai bagi siswa/mahasiswa ketika belajar kewirausahaan dan bagi mereka yang sedang merintis bisnis.

Alasan tersebut adalah, pertama, menyusun rencana bisnis membutuh waktu yang panjang daripada pengembangan ide bisnis itu sendiri.

Justru yang lebih dibutuhkan adalah pengembangan ide dengan serangkaian percobaan hingga ditemukan ide yang sesuai untuk dijalankan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya: problem-solution fit dan product-market fit.

Kedua, dengan menyusun rencana bisnis pada usaha di tahap awal, akan banyak asumsi dan pengetahuan yang tidak memadai, karena siswa/mahasiswa belum memiliki cukup pengalaman mengenai dunia bisnis yang akan dijalani.

Ketiga, proyeksi keuangan yang biasanya terdapat di dalam rencana bisnis, ditulis dengan kecenderungan overestimated karena tidak memahami proses penjualan, dampak siklus penjualan dan dukungan setelah penjualan kepada konsumen.

Keempat, proyeksi rencana bisnis yang yang biasanya lima tahun tidak membuat investor percaya karena pasar dan lingkungan cepat berubah.

Kelima, sebagian besar rencana bisnis usang segera setelah ditulis. Pasar begitu dinamis dan wirausaha harus cepat beradaptasi terhadap perubahan karakteristik pasar.

Keenam, rencana bisnis dapat menimbulkan peningkatan komitmen terhadap tindakan yang berpotensi gagal, yang akhirnya akan menjadi sia-sia, membuang waktu dan energi. Ketika rencana bisnis disusun, segenap sumber daya diinvestasikan untuk keputusan yang diambil, yang tercermin di dalam rencana bisnis. Ketika lingkungan berubah, akan sulit bagi wirausaha untuk menerima dan akhirnya lamban untuk beradaptasi.

Ketujuh, rencana bisnis tidak dapat membantu wirausaha dalam memahami pengalaman konsumen. Percobaan-percobaan tidak dilakukan secara intens karena fokus pada penyusunan dokumen rencana bisnis.

Kedelapan, rencana bisnis yang bagus bukanlah indikasi mengenai potensi masa depan wirausaha.

Hal ini bisa terjadi karena mempercayakan penulisan rencana bisnis kepada pihak yang dianggap "ahli".

Penyusunan rencana bisnis kepada profesional dianggap sebagai jalan untuk menarik investor potensial dan mitra strategis.

Kesembilan, kebanyakan mahasiswa/siswa dalam program kewirausahaan tidak siap menyusun rencana bisnis yang layak.

Pada akhirnya rencana bisnis menjadi serangkaian cerita tentang bisnis yang belum tentu bisa diwujudkan.

Kesepuluh, penyusunan rencana bisnis menekankan mahasiswa/siswa pada apa yang akan mereka lakukan daripada apa yang mereka pelajari

Padahal belum banyak pengalaman yang diperoleh daripada yang telah dipelajari mengenai bagaimana mendirikan dan menjalankan suatu usaha.

Sekalipun demikian, DeNoble dan Zoller (2017) menegaskan bahwa penyusunan rencana bisnis tetap diperlukan ketika bisnis telah mulai berjalan (running) dan memerlukan rencana yang lebih detail untuk pengembangan.

Berbagai ramuan model pembelajaran kewirausahaan yang dikembangkan sejumlah akademisi dan praktisi, memang masih sangat mungkin diperdebatkan.

Setidaknya model yang dikembangkan semakin mendekati ideal untuk melahirkan banyak wirausaha unggul dari jenjang pendidikan tinggi dan menengah. Harapan yang sungguh masuk akal.

Frangky Selamat
Dosen Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara, Jakarta

Fianny Andrea
Mahasiswa Program Studi Sarjana Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara, Jakarta

https://money.kompas.com/read/2020/11/24/114000726/meramu-model-pembelajaran-kewirausahaan-yang-ideal

Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF Lewat ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF Lewat ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke