Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Proyek Kereta Cepat Mau Pakai APBN, Janji Pemerintah Dipertanyakan

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menghadapi masalah peliknya pendanaan.

Kondisi ini bisa memperburuk kinerja keuangan beberapa BUMN yang ditugasi membangun proyek kerja sama Indonesia-China tersebut.

Untuk mengatasi masalah keuangan tersebut, Erick Thohir meminta persetujuan DPR untuk mengucurkan dana APBN untuk proyek kereta cepat lewat skema penyertaan modal negara (PMN).

PMN diberikan pada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebesar Rp 4,1 triliun untuk penugasan dukungan dalam rangka menjalankan proyek strategis nasional (PSN) kereta cepat untuk menutup cost overrun.

Dalam rencana PMN yang akan dimasukan dalam APBN 2022 tersebut, Erick Thohir juga meminta DPR untuk menyetujui suntikan modal negara untuk 11 BUMN lainnya. Total PMN yang diminta Erick Thohir adalah sebesar 72,44 triliun.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengungkapkan rencana kucuran dana APBN untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini tak sesuai dengan janji pemerintah.

Ia bilang, baik Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun para pembantunya, selalu menyebut kalau pendanaan proyek kereta cepat tidak akan sampai menggunakan dana uang rakyat. Pemerintah selama ini mengklaim, proyek ini bisa didanai murni lewat business to business.

Sebagai informasi, penugasan proyek kereta cepat dikerjakan oleh konsorsium BUMN yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PTPN VIII, PT Jasa Marga (Persero), dan PT KAI (Persero).

Bersama dengan perusahaan China, keempat BUMN ini membentuk perusahaan patungan bernama PT Kereta Cepat Indonesia-China. Baik pihak BUMN Indonesia maupun China, sama-sama berkontribusi pada proyek tersebut sesuai porsi saham.

"Awalnya begitu (janjinya). Tapi ketika dikerjakan oleh BUMN karya yang belum pengalaman akhirnya pemerintah juga harus turun tangan. Sebelumnya juga terjadi di LRT Jabodetabek," jelas Djoko dalam keterangannya, Minggu (11/7/2021).

Ia berujar, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bisa dikatakan bernasib sama dengan proyek LRT Jabodetabek. Pendanaan dua proyek ini akhirnya banyak bergantung pada KAI, di mana pemerintah akhirnya mengucurkan dana APBN yang tak sedikit lewat PMN yang diberikan untuk PT KAI.

Ini karena kontraktor LRT Jabodetabek, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, juga mengalami kesulitan pendanaan.

Djoko bilang, membangun perkeretaapian sekaligus infrastrukturnya tak semudah membangun infrastruktur jalan raya seperti tol. Itu sebabnya, banyak investor swasta tertarik membangun jalan tol.

"Sekarang manajemen operasional keduanya diserahkan ke PT KAI juga akhirnya. Dikiranya membangun infrastruktur jalan raya. Membangun jalan rel itu membangun sistem secara menyeluruh, termasuk teknologinya juga harus diperhitungkan," kata Djoko.

Ia pun lantas mempertanyakan janji-janji yang sempat dilontarkan pemerintahan Presiden Jokowi, di mana dana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tak akan menggunakan dana APBN sepeser pun.

Janji pemerintah

Dikutip dari pemberitaan Kontan, 30 September 2015, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sofyan Djalil menegaskan, proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan menggunakan uang rakyat.

Sofyan berujar, ada dua alasan dana APBN tidak akan dipakai dalam pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Pertama, perlambatan perekonomian Indonesia akibat kondisi ekonomi global mempengaruhi postur anggaran.

Dengan begitu, pemerintah lebih memilih pengalokasian anggaran untuk program prioritas lain ketimbang proyek kereta cepat. Apalagi, kebutuhan dana investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung lumayan besar, yakni sekitar Rp 60 triliun.

"Melemahnya kondisi ekonomi, kami akan memanfaatkan anggaran pemerintah untuk yang paling dibutuhkan," kata Sofyan di kantornya kala itu.

Kedua, proyek kereta cepat dinilai kurang tetap dengan program Nawacita yang bermaksud membangun Indonesia mulai dari pinggiran. Sebab itu, pemerintah berencana akan memprioritaskan proyek-proyek di daerah lain yang masih membutuhkan infrastruktur dasar.

"Yang pasti tidak ada uang pemerintah, baik APBN, penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN, maupun berupa jaminan pemerintah yang digunakan untuk proyek ini. Itu komitmennya baik untuk pemerintahan sekarang maupun yang akan datang," kata dia.

Sementara itu, dikutip dari pemberitaan di laman Sekretariat Kabinet pada 21 Januari 2016, Direktur Utama KCIC saat itu, Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan, Kereta Cepat Jakarta?-Bandung itu dibangun dengan investasi 5,573 miliar dolar AS, dan tidak menggunakan dana APBN, serta tanpa adanya jaminan pemerintah. "

Investasi ini dibayai secara mandiri oleh konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium Railways dengan skema business to business.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan menghubungkan empat stasiun, yaitu Halim, Kawarang, Walini, dan Tegalluar, tidak jauh dari kawasan Gedebage yang nantinya akan menjadi pusat pemerintahan kota Bandung.

Total panjang jalur yang dilalui oleh kereta cepat Jakarta-Bandung adalah 140,9 km. Di setiap stasiun, lanjut Hanggoro, akan dibangun Transit Oriented Development (TOD) untuk mendorong lahirnya sentra ekonomi baru di koridor Jakarta-Bandung.

Di Walini misalnya, akan dibangun Kota Baru Walini, dan di Tegalluar juga dibangun kawasan industri kreatif berbasis IT.

"Kota baru ini akan menjadi model dari kota masa depan yang mengedepankan prinsip kawasan layak huni dan ramah lingkungan yang bergensi, tetapi juga merangkul semua lapisan masyarakat," kata Hanggoro.

https://money.kompas.com/read/2021/07/11/134149926/proyek-kereta-cepat-mau-pakai-apbn-janji-pemerintah-dipertanyakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke