Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bukan BI, Ini Bank Sentral Pertama Setelah Indonesia Merdeka

Bank tersebut adalah BNI yang kini di bawah bendera perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. BNI adalah bank sentral pertama di Indonesia setelah bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945.

Dikutip dari laman resmi BNI, pada awalnya BNI didirikan di Indonesia sebagai bank sentral dengan nama Bank Negara Indonesia.

Pembentukan BNI sebagai bank sentral ini dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 1946 tanggal 5 Juli 1946.

BNI vs DJB sebagai bank sentral Indonesia

Hanya saja, pada laman resmi BI, BNI tidak disebut sebagai bank sentral saat awal pendiriannya, melainkan sebagai bank sirkulasi.

Hal ini tidak lepas dari dualisme wilayah kedudukan di Indonesia. Dalam laman resminya, BI menulis bahwa pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

“Pada masa ini, NICA mendirikan kembali DJB untuk mencetak dan mengedarkan uang NICA. Hal ini bertujuan untuk mengacaukan ekonomi Indonesia,” tulis BI dalam laman resminya, dikutip pada Sabtu (7/8/2021).

DJB adalah De Javasche Bank yang sejak tahun 1828 mendapatkan octrooi atau hak-hak istimewa dari Pemerintah Kerajaan Belanda untuk menjadi bank sirkulasi.

Pada periode ini, DJB memiliki kewenangan untuk mencetak dan mengedarkan uang Gulden di wilayah Hindia Belanda.

Octrooi secara periodik diperpanjang setiap 10 tahun sekali. Hingga tahun 1922, telah dilakukan tujuh kali perpanjangan Octrooi. Pada tahun 1922, Pemerintah Belanda menerbitkan undang-undang De Javasche Bank Wet.

Di sisi lain, sesuai mandat yang tertulis dalam penjelasan UUD 45 pasal 23 yaitu “Berhubung dengan itu kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas ditetapkan dengan Undang-undang”, maka Pemerintah Republik Indonesia membentuk bank sirkulasi yaitu Bank Negara Indonesia (BNI).

Keberadaan BNI milik RI dan DJB milik NICA membuat terjadinya dualisme bank sirkulasi di Indonesia dan munculnya peperangan mata uang (currency war). Pada masa ini, uang DJB yang dikenal dengan sebutan “uang merah” dan ORI dikenal sebagai “uang putih”.

Selanjutnya, pada tahun 1949, berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan salah satu butir kesepakatan penting adalah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda. “Kedudukan RIS berada di bawah Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia menjadi bagian dari RIS. Selain itu, KMB juga menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat,” tulis BI.

Setelah Republik Indonesia memutuskan untuk keluar dari RIS, pada masa peralihan kembali menjadi NKRI, DJB tetap menjadi bank sirkulasi dengan kepemilikan saham oleh Belanda.

Berdirinya Bank Indonesia

Barulah pada tahun 1951, muncul desakan kuat untuk mendirikan bank sentral sebagai wujud kedaulatan ekonomi Republik Indonesia.

“Oleh karena itu, Pemerintah memutuskan untuk membentuk Panitia Nasionalisasi DJB. Proses nasionalisasi dilakukan melalui pembelian saham DJB oleh Pemerintah RI, dengan besaran mencapai 97 persen,” sebut BI.

Alhasil, Pemerintah RI pada tanggal 1 Juli 1953 menerbitkan UU No.11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia, yang menggantikan DJB Wet Tahun 1922. Sejak 1 Juli 1953 Bank Indonesia secara resmi berdiri sebagai Bank Sentral Republik Indonesia.

UU No.11 Tahun 1953 merupakan ketentuan pertama yang mengatur BI sebagai bank sentral. Tugas BI tidak hanya sebagai bank sirkulasi, melainkan sebagai bank komersial melalui pemberian kredit.

“Pada masa ini, terdapat Dewan Moneter (DM) yang bertugas menetapkan kebijakan moneter. DM diketuai Menteri Keuangan dengan anggota Gubernur BI dan Menteri Perdagangan. Selanjutnya, BI bertugas menyelenggarakan kebijakan moneter yang telah ditetapkan oleh DM,” tandasnya.

Selanjutnya, pada masa Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno memperkenalkan konsep Ekonomi Terpimpin. Pada masa ini, Gubernur BI ditetapkan sebagai anggota kabinet dengan sebutan Menteri Urusan Bank Sentral dan Dewan Moneter tidak berfungsi lagi.

Dalam bidang perbankan, terdapat doktrin “Bank Berdjoang” berupa penyatuan seluruh bank-bank negara menjadi Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia (BNI) yang pendiriannya lewat Perpres No.17 Tahun 1965.

Dalam masa implementasi “Bank Berdjoang”, Bank Indonesia diubah menjadi BNI Unit I, sedangkan bank-bank milik pemerintah lainnya dibagi menjadi BNI Unit II-V.

Barulah pada tahun 1968, Pemerintah RI mengeluarkan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. Undang-undang ini mengembalikan tugas BI sebagai Bank Sentral Republik Indonesia dan menghentikan status BI sebagai BNI Unit I.

“Salah satu pasal di dalam undang-undang ini juga mengatur bahwa BI tidak lagi memiliki fungsi menyalurkan kredit komersial, namun berperan sebagai agen pembangunan dan pemegang kas negara,” tulis BI.

Sementara itu, melalui UU No.21 dan 22 Tahun 1968, bank-bank lainnya yang tergabung dalam Bank Tunggal berubah kembali menjadi bank pemerintah yang berdiri sendiri.

Nasib BNI setelah bukan lagi bank sentral

Dikutip dari laman resmi BNI, berdasarkan UU No. 17 tahun 1968, BNI ditetapkan menjadi “Bank Negara Indonesia 1946”, dan statusnya menjadi Bank Umum Milik Negara.

Selanjutnya, peran BNI sebagai bank yang diberi mandat untuk memperbaiki ekonomi rakyat dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional dikukuhkan oleh UU No. 17 tahun 1968 tentang Bank Negara Indonesia 1946.

“Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1992, tanggal 29 April 1992, telah dilakukan penyesuaian bentuk hukum BNI menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero),” tulis BNI.

Penyesuaian bentuk hukum menjadi Persero, dinyatakan dalam Akta No. 131, tanggal 31 Juli 1992, dibuat di hadapan Muhani Salim, S.H., yang telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 73 tanggal 11 September 1992 Tambahan No. 1A.

“BNI merupakan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pertama yang menjadi perusahaan publik setelah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1996,” jelasnya.

https://money.kompas.com/read/2021/08/07/144839026/bukan-bi-ini-bank-sentral-pertama-setelah-indonesia-merdeka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke