Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah 3 Sosok Pemuda Indonesia, Mengawali Bisnis dari Kegemaran hingga Go Internasional

KOMPAS.com – Tekad dan semangat pemuda Indonesia dalam mendorong kemerdekaan diperingati pada Hari Sumpah Pemuda yang jatuh setiap 28 Oktober. Semangat itu, hingga kini masih tertanam dalam diri pemuda-pemudi Indonesia. Salah satunya diwujudkan melalui kontribusi bagi perekonomian nasional dengan berwirausaha.

Hal itulah yang dilakukan tiga pengusaha muda, founder dari tiga jenama fesyen lokal, yakni Monomolly, Kevasco Kevin Naftali, dan Tameeca. Memulai dari nol, mereka kini sudah berhasil menembus pasar ekspor.

Ketiganya pun berbagi kisah menarik dari perjalanan mengembangkan bisnis. Keberhasilan mereka tidak lepas dari keberanian memanfaatkan platform marketplace sebagai sarana berbisnis.

Founder Monomolly, Monica Amadea mengatakan bahwa platform marketplace memberikan kesempatan baginya untuk mengembangkan sayap bisnis.

Monica bercerita, Monomolly pada awalnya merupakan bisnis yang ia rintis untuk membantu membiayai kuliahnya. Memiliki ketertarikan terhadap industri fesyen, ia pun memilih merintis bisnis pakaian perempuan. Ia baru berusia 20 tahun ketika merintis Monomolly.

“(Kisah saya) berawal dari bisnis kecil-kecilan dan menjadi reseller baju wanita trendi. Walau kuliah di jurusan Hubungan Internasional dan tidak ada basic, tetapi saya tetap mempelajari strategi bisnis ini secara otodidak,” papar Monica kepada Kompas.com Rabu (27/10/2021).

Kemudian, Monica tertarik mengembangkan usaha dengan memproduksi sendiri pakaian-pakaian yang dijualnya. Namun, pakaian-pakaian yang diproduksinya berbeda karena tersedia dalam berbagai ukuran. Ia memiliki misi menghadirkan pakaian yang inklusif untuk semua bentuk dan ukuran tubuh perempuan.

Mengedepankan keunikan tersebut, ia berhasil menjaring banyak pelanggan. Kemudian, atas permintaan dari banyak pelanggan setianya, Monica kemudian memutuskan merambah marketplace. Ia pun membuka toko resmi Monomolly di Shopee.

“(Menurut saya) masuk ke platform digital merupakan langkah yang tepat untuk memajukan bisnis saya,” kata Monica.

Tidak disangka, keputusan itu berbuah manis. Jumlah pesanan yang masuk membludak. Jumlah pesanan dari Shopee bisa mencapai angka ribuan. Saat ini, di tengah masa pandemi, jumlah pesanan tetap stabil di angka ratusan.

Perkembangan yang membuatnya bangga adalah pesanan yang datang tidak hanya dari pelanggan di Indonesia. Kini, pesanan produk Monomolly juga datang dari pelanggan asal Singapura, Malaysia dan Thailand.

“Proses ekspor semua dibantu oleh Shopee. Prosesnya mudah sama seperti menjual barang ke pengguna di dalam negeri. Seneng banget sih bisa go internasional,” ujarnya.

Serupa dengan Monica, founder Tameeca, Pocut Yasmin mengaku awalnya tidak memiliki pengetahuan dasar soal bisnis pada saat pertama kali merintis usaha.

Perempuan yang akrab disapa Yasmin tersebut adalah mahasiswi jurusan Arsitektur yang memiliki ketertarikan terhadap desain grafis.

Ia tertarik mengembangkan usaha dengan bekal skill desain grafis dan penguasaan perangkat lunak Adobe Photoshop. Produk yang ia kembangkan adalah stiker, pin, dan printables. Semua itu ia desain sendiri.

“Bisnis dijalani sambil berbagi waktu dengan tugas kuliah,” kata Yasmin.

Ia melihat peluang produk-produk tersebut di pasar. Meski harus pintar membagi waktu, Yasmin memutuskan untuk tidak setengah-setengah mendedikasikan upayanya untuk Tameeca.

Sebagai media penjualan, Yasmin mengembangkan akun Instagram Tameeca. Respons pencinta produk-produk artsy terhadap Tameeca cukup baik. Bahkan, produknya ditaksir oleh banyak pengguna Instagram dari luar negeri.

Sayangnya, Yasmin kesulitan menjual produk tersebut kepada mereka karena terkendala pengiriman. Pelanggan harus menanggung ongkos kirim yang sangat mahal.

“Sebelumnya, saya melakukan ekspor secara mandiri setelah menerima pesanan di Instagram. Tetapi, banyak calon pembeli yang tidak jadi (beli) karena ongkos kirim (ongkir) yang terbilang mahal,” ujar Yasmine.

“Program Ekspor Shopee sangat membantu, khususnya terkait logistik. Ke depan, saya ingin dapat memasarkan Tameeca lebih luas dan memiliki anggota tim yang lebih besar. Dengan demikian, Tameeca dapat menghasilkan pesanan yang stabil,” ujarnya.

Sementara itu, Kevin Naftali menceritakan jatuh bangunnya merintis Kevasco. Kevin awalnya menjual produk knitwear pria. Sayangnya, peminat produk tersebut tidak banyak. Sepinya peminat membuat Kevin harus memutar otak, menciptakan produk dan strategi pemasaran baru.

“Awalnya pada 2011, saya menjual produk knitwear. Idealisme saya saat itu adalah menciptakan produk fesyen laki-laki yang berbeda dari pasaran. Sayangnya, peminatnya kurang. Pada 2017 sampai 2018 saya eksplorasi lagi dan akhirnya tercipta Kevasco menjual life wear,” ujarnya.

Kevin mengungkapkan, awal perkembangan Kevasco dimulai saat ia bergabung dengan marketplace Shopee. Penawaran terbaik yang diberikan Shopee untuk menarik konsumen membantu mendorong penjualan Kevasco, terutama di masa pandemi.

“Awalnya, industri fesyen terkena dampak saat pandemi. Tetapi, omzet Kevasco di Shopee justru berhasil naik dua kali lipat pada 2020 dibandingkan dengan 2019,” papar Kevin.

Keberhasilan terbesar Kevasco adalah memasarkan produk hingga ke mancanegara meski saat itu dunia usaha sedang mengalami dampak masif dari pandemi Covid-19. Keberhasilan itu dicapai dengan keikutsertaan Kevasco dalam program Ekspor Shopee.

“Dulu kami pernah mengekspor produk, tetapi hand carry, menitipkan sama temen yang memang kuliah di luar negeri. Sayangnya, hanya bisa sedikit saja jumlahnya. Itu pun saat teman kita lagi pulang ke Indonesia saja,” kata Kevin.

Ia mengaku kemudahan mengekspor produk Kevasco ke Singapura dan Thailand dapat diperoleh dengan adanya program tersebut. Selain itu, Kevin pun bisa meraih omzet hingga 25 persen hanya dari ekspor.

“Ada banyak hal yang bisa saya dapatkan dari bergabung dengan program Ekspor dari Shopee. Oleh karena itu, saya ingin terus menjadikan ekspor sebagai fokus untuk melakukan ekspansi market bagi Kevasco,” tutur Kevin.

Menambahkan Kevin, Yasmin mengatakan bahwa berbagai kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan program Ekspor Shopee memberikan kesempatan kepada pebisnis muda untuk melangkah ke panggung global.

Kisah ketiga pengusaha muda tersebut dapat menjadi inspirasi #SumpahPemuda tahun ini. Kontribusi terhadap negeri bisa dimulai dari mengembangkan skill dan keberanian berwirausaha serta kemampuan adaptasi di era serbadigital.

https://money.kompas.com/read/2021/10/28/080000726/kisah-3-sosok-pemuda-indonesia-mengawali-bisnis-dari-kegemaran-hingga-go

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke